Nahdlatul Ulama dan Revolusi Uang Digital
Yuval Noah Harari, seorang sejarawan sekaligus saintis di bidang humaniora pernah berkata; “bahwa yang membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan manusia dalam menciptakan mitos dan narasi”. Salah satu narasi yang diciptakan manusia ialah uang. Dengan uang, segala hal seakan bisa dikendalikan atau dikontrol. Keahlian untuk mengendalikan dan mengontrol ini pula lah yang membawa manusia sebagai penghuni strata tertinggi di rantai kehidupan.
Semua itu tidak lain
bersumber dari akal yang dimiliki manusia, sehingga mampu mengalahkan binatang.
Salah satu ilustrasi sederhananya, siapa yang akan menang ketika ada satu manusia
berhadapan dengan sepuluh gorila? Menurut hitungan matematis, tentu saja para gorilla
yang akan menang. Akan tetapi, dengan bermacam akal yang dimiliki manusia,
mulai dari menjebak dan sebagainya, manusialah yang pada akhirnya akan menang
melawan sepuluh gorilla tadi.
Kutipan sekaligus ilustrasi
sederhana tersebut disampaikan oleh Mbak Yenny Wahid dalam pembukaan acara “Bahtsul
Masail: Halal Haram Transaksi Kripto” yang diselenggarakan oleh Islamic Law
Firm bekerja sama dengan Wahid Foundation dan Suara Awadah. Selanjutnya, Mbak
Yenny juga menambahkan bahwa bukan hanya Yuval Noah Harari yang revolusioner
ketika menyampaikan pendapatnya tadi, melainkan semua umat manusia adalah
seorang yang revolusioner menurutnya.
Bahtsul Masail kali ini sebenarnya
membawa sebuah pertanyaan sekaligus guyonan yang lucu. Yaitu apakah malaikat
akan bingung dengan bahtsul masail kali ini? Sebab, yang dibahas ialah uang
yang tidak ada bentuk fisiknya dan tidak terasa ketika digesek di tangan. Kembali
kepada gorila tadi, andai saja gorila disuguhkan antara uang kertas dan pisang,
mana yang akan ia pilih? Ini baru uang kertas yang konvensional itu, sedangkan
yang dibahas dalam Bahtsul Masail kali ini ialah uang yang tidak ada bentuk
fisiknya.
Seperti Bahtsul Masail pada
umumnya, Bahtsul Masail kali ini juga bertujuan untuk membahas masalah yang
melibatkan orang banyak. Hal ini lantaran para pemain kripto sudah semakin meningkat
angkanya dari hari ke hari. Di Indonesia saja, angkanya sudah mencapai 5,6 juta
orang, dan jika dihitung secara kasar, 48% pemain kripto tersebut adalah orang
muslim, serta bisa dipastikan setengah dari 48% itu adalah warga Nahdlatul
Ulama (NU)—bagi yang punya uang tentu saja.
Fakta demikian yang menjadi
alasan utama sekaligus mendesak supaya persoalan uang digital khususnya kripto segera
dibahas. Selain untuk menghindari kontroversi cap haram halal padanya, yaitu
agar memperjelas status riba tidaknya kripto ini. Untuk sementara waktu, sistem
mata uang kripto memang diasumsikan terbebas dari riba. Karena transaksi yang
berlaku adalah to the point atau pair to pair. Tetapi tetap saja, sampai
sesi pertama selesai, hal ini belum menemukan kejelasan karena minimnya
pengetahuan dan sosialisasi mengenai kripto ini.
Kembali mengutip Harari, menurutnya
uang tidak ada nilainya. Itulah mitos yang diciptakan oleh manusia. Hal
demikian nyatanya berlaku juga bagi emas dan perak. Uang sebagai benda fisik,
memiliki nilai setelah terjadi kesepakatan, begitu pula emas dan perak. Alasan lain
kenapa acara ini diadakan tidak lain karena narasi uang digital dan kripto ini
semakin berkembang. Dan realitanya, para kaum muda atau para milenial adalah aktor
utamanya.
Ingin disebut sebagai
sebuah narasi atau mitos, nyatanya hal ini sudah menjadi bagian dari hidup
manusia saat ini. Bahkan, jumlah investor kripto sampai Februari di Indonesia, sudah
melebihi jumlah investor saham, yaitu lebih dari dua juta orang. Angka ini
mengalami peningkatan ketika April di mana harga koin sedang naik-naiknya.
Dari 10.000 lebih jenis
koin kripto yang ada di dunia, baru 229 koin yang diperbolehkan di Indonesia. Hal
ini disampaikan salah satu pemateri. Perizinan—yang saya anggap juga bertujuan
mengontrol pasar kripto ini—tidak lain ialah salah satu upaya dari ketidaksiapan
pemerintah dan negara menghadapi revolusi
uang digital. Meski tetap saja, alasan yang disampaikan adalah sebagai bentuk
perlindungan pemerintah kepada para pemain kripto.
Bagi saya, pasar akan
berkembang bukan karena dikontrol sedemkian rupa oleh negara, melainkan
sosialisasi yang benar-benar tepat supaya membuat para pelaku pasar siap dengan
segala kondisi. Selain karena kontradiksi dengan sistem keamanan yang sudah
terbangun di sistem blockchain, pengaturan aset kripto oleh pemerintah masih
rentan di ranah security.
Dikarenakan banyaknya jenis
koin kripto yang kini tersedia, dan berbeda dasar atau alasan pembuatannya, hal
ini yang menjadikan ILF untuk membimbing umat untuk bisa transaksi secara halal.
Guyonan terbaru yang juga dilontarkan mbak Yenny, bisakah mahar memakai kripto,
dan bisakah menciptakan koin berbasis syariah? Kalo koin btc ya maharnya kan
mantap lur, 514 juta harga terbaru. Yah begitulah, sosok mbak Yenny yang saya
rasa memang cerdas sekaligus piawai memimpin sebuah acara.
Bayangkan saja, dalam acara
yang berlagsung tersebut, satu-satunya perempuan yang terlibat dalam forum
sekaligus yang memimpin acaranya adalah Mbak Yenny. Hal ini pula yang saya rasa
menunjukkan kualitas dan kapabilitas serta keseriusan beliau terhadap isu yang
sedang dibahas ini.
Sebagaimana kita ketahui
bersama, kripto dan trading sudah menjadi bagian dari anak muda sekarang.
Tujuan acara ini antara lain ialah untuk menghindari mudharat dari aktivitas
tersebut. Uniknya, acara ini bermaksud mengetahui secara detail informasi dari
para pakar kripto untuk diolah oleh para kyai nantinya.
Seperti tema acara ini, yang
menimbulkan pendapat haram apabila uang digital atau kripto disalahgunakan. Misalnya
untuk membeli senjata, pembiayaan teroris, dan penipuan serta masih banyak
lagi. Padahal, asumsi yang demikian juga bisa berlaku untuk uang biasa atau
konvensional.
Menurut kepala Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Indrasari Wisnu Wardhana, Kripto adalah
Aset yang diatur karena sifatnya anonim. Aset kripto di Indonesia masih disebut
sebagai sebuah komoditas, dan bukanlah alat pembayaran. Sifat komiditi ini adalah fluktuatif. Negara berusaha mengatur
agar investor tidak mengalami kerugian dan agar masyarakat juga tidak mengalami
kerugian, serta tidak ada pencucian uang nantinya.
Sekilas, melihat alasan
yang dikemukakan ini terkesan memang masuk akal. Akan tetapi, apakah ini bukan
salah satu bukti bahwa negara (lagi-lagi) belum siap untuk menindak secara
tegas perilaku curang tersebut? Upaya pencegahan kejahatan yang sudah saya
sebut di atas, berdasarkan salah satu kejadian terorisme di Indonesia,
pendanaannya melalui kripto, ungkap Wisnu. Selanjutnya Wisnu juga menambahkan
bahwa koin yang legal untuk diperdagangkan adalah 500 koin teratas di pasar dunia
Salah satu saran yang
terlontar di sesi pertama acara ini ialah, “yang harus dipikirkan ke depannya
adalah, bagaimana rupiah bisa berinovasi dan memakai sistem blockchain dan transparansi
itu sendiri. Sebagai sebuah acara yang membahas kepentingan orang banyak, kita
hanya bisa menunggu keputusan akhir yang disampaikan oleh para kyai nantinya. Sebab,
untuk sesi kedua acara ini diselenggarakan
secara tertutup.
Posting Komentar