Eneng dan Abang
Penulis: Endah Larasati
Seorang wanita memang terkadang susah dimengerti, seperti
salah satu lagu yang pernah hits pada masanya.
Karena wanita ingin dimengerti
Lewat tutur lembut
Dan laku agung
Karena wanita ingin dimengerti
Manjakan dia
Dengan kasih sayang
Aku duduk sendiri di saung kecil. Lewat enam puluh menit
dari waktu janjian. Seseorang yang mengawali membuat janji hari ini belum
menampakkan diri. Sebal dan kesal. Ingin sekali menghentak-hentak, meluapkan
kekesalan. Namun, apa daya, kaki ini menjuntai di tepi saung yang di bawahnya
terdapat ikan berenang di antara rumpun padi. Ingin pula memukul-mukul sesuatu,
tetapi tidak ada objek pelampiasan. Saung ini tampilannya ringkih. Bisa-bisa
rubuh kalau aku melakukan keinginan.
Melompat aku ke pematang sawah. Pulang. Lelah menunggu tanpa
kejelasan. Arah utara menjadi pilihan--menuju rumah--seratus meter dari kaki
berpijak.
"Eneng! Tunggu! Jangan pergi dulu!" Terdengar
suara dari arah barat.
Aku menoleh. Buncah bahagia memenuhi hati. Rindu yang
tersimpan segera terobati. Namun, tidak serta merta kutunjukkan rasa itu. Enak
saja! Dia sudah membuatku lama menunggu.
Pemilik suara memangkas jarak dengan langkah seribu. Ada
khawatir kurasakan. Bagaimana jika langkahnya meleset dan ia terjatuh, atau
bahkan terperosok dalam mina padi? Ah, tak mau kutunjukkan semua itu. Bisa
besar kepala ia.
Napasnya terengah-engah. Tubuh ditekuk dengan tangan
memegang lutut. Semenit berikutnya berdiri tegap dan mengatur napas.
"E-neng, ma-af." Suaranya terbata-bata karena kehabisan napas.
Aku mengangkat kedua alis dan pasang tampang masam.
"Maaf, Abang sudah buat Eneng nunggu lama. Tadi ada
urusan mendadak," lanjut lelaki berkaus putih.
Bibirku terkatup. Sepertinya lelaki itu benar-benar merasa
bersalah. Diraihnya tangan ini dan digenggam mesra. Duhai Pemilik Semesta,
sungguh aku bahagia. Namun, biarlah kubermain peran sesaat.
"Kita duduk dulu di saung, yuk," ajaknya kemudian
membantuku menaiki saung.
"Neng, jangan diam mulu! Ngomong, dong!"
Aku menatapnya lekat. 'Tampannya calon imamku'.
"Neng ... akhir-akhir ini banyak kerjaan di ladang
jagung Abah. Dari lepas Subuh sampai menjelang Magrib. Sampai di rumah badan
sudah remuk redam. Belum lagi skripsi yang harus Abang selesaikan. Semester ini
harus kelar. Abang pengin segera halalin Eneng. Syarat yang diberikan Abah,
boleh nikah kalau sudah sarjana," terang lelaki yang sedari tadi
menggenggam tanganku.
Aliran rasa hangat menelusup di sanubari. Abang—lelaki yang
kucinta—memang paket komplit. Ganteng, saleh, sayang orang tua, dan bertanggung
jawab.
"Eneng sebel sama Abang," tuturku ketus.
"Maafin Abang, ya."
"Abang tahu ga? Eneng itu kangen banget sama Abang,
pengen ketemu, ngobrol, jalan-jalan muter kampung, bercanda sama Abang. Abang
itu kalau sudah sibuk dengan dunianya, pasti lupa sama Eneng. Abang, kan, bisa
kirim pesan buat ngasih tahu kesibukan Abang. Jadi enggak bikin kepikiran.
Kalau Abang cerita semua dari kemarin-kemarin, Eneng pasti ngerti. Abang itu
sayang Eneng enggak, sih?"
Lelaki di sebelah tersenyum, bertambah dua ratus persen
ketampanannya.
"Kok, malah senyum-senyum? Apanya yang lucu? Emang Eneng
pelawak atau badut?"
Senyumnya berubah jadi tawa ringan. Sungguh aku bahagia
mendengarnya.
"Kalau sudah bicara panjang lebar, tanpa titik koma,
artinya Eneng sudah enggak marah."
"Sotoy!" jawabku pendek.
Tangan kekar itu mengelus pucuk kepalaku. "Tentulah
Abang sangat sayang Eneng. Kalau enggak, buat apa mati-matian Abang segera menyelesaikan
skripsi. Abang pengen menghabiskan sisa usia bareng Eneng."
Seketika pipi ini menghangat.
"Eh, ada yang malu. Pipinya merona," goda lelaki
di sebelah.
"Maafin Abang, ya."
"Enggak ada yang gratis!"
Kedua mata lawan bicaraku membulat sempurna.
"Eneng mau cilok, pentol kuah, batagor, cireng, sama es
cendol."
Mulut lelaki itu membentuk huruf o. "Enggak takut
gendut?"
"Enggaaaakkk! Menurut Abang, Eneng gendut, enggak
cantik gitu?"
Si Abang malah tertawa puas. Ia cubit hidung pesekku.
"Oke, ayo kita ke alun-alun kota. Kalau perlu kita
borong semua jajanan yang ada di sana."
![]() |
Penulis novel Pati I'm in Love dan Aku Tulus Mencintaimu. Bisa ditemui dan dihubungi di FB: Endah Larasati dan IG: @endahlarasati04 |
Posting Komentar