Farahisme
Penulis: Wakhit Hasim
"Yah,
kalau aku bikin ideologi, apa ya namanya nanti?" Anak wedok menanyakan hal
yang aneh ini. Karena ayahnya mengernyitkan kening tidak paham, dia
melanjutkan.
"Kan
banyak orang yang punya ideologi dinamakan dirinya sendiri. Misalnya Lenin,
jadi Leninisme. Stalin, Stalisinisme. Marx, jadi Marxisme"
Mamanya
tertarik menjawab sambil menikmati minuman terakhir di meja makan.
"Tidak
selalu dengan nama oranglah! Komunisme, tidak nama orang. Sosialisme, tidak
juga. Yang penting idemu bagaimana?!"
"Banyak
Mah, banyak sekali hahaha..."
Begitulah Farah
tak henti mengembangkan pikriannya. Dari hari ke hari, dia pelajari
pikiran-pikiran abstrak itu dari berbagai kanal yang ia telusuri. Kebanyakan
dari Youtube.
****
Awalnya,
mungkin sejak dua tahun lalu, dia senang dengan permainan game dengan berbagai
karakter yang mengenalkannya dengan keragaman gender. Pertanyaan bertubi-tubi
terkait mengapa orang berbeda, mengapa ada diskriminasi, mengapa agama tidak
konsisten, dan seterusnya.
Lalu kira-kira
enam bulan yang lalu, dia mulai menemukan perubahan-perubahan sosial besar yang
mengantarkan karakter-karakter beragam gendernya itu diterima dalam
perbincangan global. Momentum terbesar itu adalah Revolusi Perancis abad ke-18
akhir.
Saat ia
bertanya macam-macam soal, saya sodorkan buku sejarah Eropa Abad Pertengahan
yang melatari Revolusi Perancis, karya Susan Wise Boueur. Ada sejarah khusus
Revolusi Perancis terbitan Obor, tapi kucari di rak tidak ada. Jawabannya tegas
sekali:
"Aku
pingin belajar Sejarah Eropa Abad Modern Yah! Aku tidak tertarik dengan
Medievel Era itu!" Hahaha...
Lalu dia
berselancar di kanal-kanal yang ia jumpai. Dia menanyakan mengapa Revolusi
Perancis muncul? Apa kaitannya dengan Revolusi Industri di Inggris? Dia juga
mempelajari karakter tokoh-tokoh yang terkenal, dan dia terpikat dengan
pasangan Raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette. Keduanya akhirnya
dieksekusi dengan pisau gantung Guillotin yang sangat terkenal dengan lebih
kurang 10 ribu pelanggar terkena sangsinya, termasuk hakim yang sering
memutuskan hukuman di bawah tebasannya.
"Aku tahu
kenapa Raja Louis dan Marie Antoinette itu dihukum Yah!"
"Kenapa
mbak Farah?"
"Mereka
itu sebetulnya tidak jahat, tapi tidak cakap. They are miss competant, itu
saja! Jadi mereka itu lahir di waktu yang salah!"
"Oh,
begitu ya!"
****
Hal yang
terpenting dia pelajari adalah bahwa politik adalah alat mengubah masyarakat.
LGBTI dulu dilaknat, sekarang dibicarakan dan sebagian diterima. Penerimaan ini
benar-benar karena upaya politik, diawali oleh perubahan tata politik Perancis
saat revolusi itu, lalu diikuti oleh perubahan masyarakat, hukum, ekonomi, dan
lain-lain.
Dari kesadaran
itu, Farah ribut soal keinginannya yang berkembang.
"Yah, aku
ingin tanya!" Kebiasannya jika lagi mikir.
"O,
silakan mbak Farah!"
"Gemana
caranya membikin negara? Aku ingin jadi politisi bisa nggak?"
"Oh,
kenapa tidak! Itu bagus!" Ayahnya menjawab.
"Ada
syaratnya mbak Farah!" sergah mamanya.
"Apa Mah?"
"Politisi
itu dunia manusia dan masyarakat. Jangan cuman di depan laptop aja kalau mau
jadi politisi!"
"Tapi aku
tidak punya banyak teman Mah!"
"Nah itu,
kalau cuman di laptop dan baca buku, tidak bakal jadi politisi!"
Farah agak
kepikrian dengan pandangan mamanya. Entah bagaimana, hari berikutnya tiba-tiba
dia menyeletuk.
"Mama, gimana
kalau aku jadi analis politik aja?!" Hahahaha.... lucu juga anak ini!
****
Kupikir ini
dunia permainan anak, jadi biar saja dia pelajari yang dia inginkan, sambil
memperhatikan jika saja ada yang salah faham. Namun, rupanya Farah keasyikan
menikmati. Dia cari dasar-dasar negara revolusioner, menghapalkan lagu-lagu
kebangsaan Uni Soviet, bahkan dia bandingkan lagu itu dengan Indonesia Raya dan
dan Lagu kebangsaan RMS. Wah, aku malah baru tahu kalau RMS punya lagu
kebangsaan hehe... Menurutnya, lagu kebangsaan Uni Soviet sangat indah.
Lalu ke
mana-mana. PKI. Suharto. Amerika Serikat. Kapitalisme. Nasib sedih Soekarno.
Dan...
Ia mulai
memikirkan ide-ide tentang pembangunan negara. Ia terpikat dengan ideologi. Ia
menanyakan apakah Indonesia itu berideologi sosialis atau kapitalis? Lalu aku
memintanya mempelajari Pancasila. Rupanya ia meloncat, ingin membuat ideologi
sendiri. Hehehe...
0 Response to "Farahisme"
Post a Comment