Daging
Penulis: Endah Larasati
"Sayang,
nanti malam ada acara?"
"Sepertinya
enggak ada. Mau ajak jalan?"
"Kalau
kamu mau."
"Gimana
kalau makan malam di rumahku?"
"Oke, jam
tujuh aku ke rumahmu."
Itulah
percakapanku dengan Rheino tiga jam yang lalu melalui ponsel. Kini aku baru saja menyelesaikan masakan
spesial untuk makan malam kami. Lebih tepatnya sangat spesial untuk Rheino,
lelaki yang dua tahun terakhir ini selalu bersamaku.
Jam dinding menunjukkan
angka tujuh, tetapi lelaki berparas Indo itu belum muncul. Mungkin sebentar
lagi. Ah, sudahlah, ia sudah terbiasa lewat dari waktu yang disepakati.
Sampai jarum
jam bertengger di angka delapan, lelaki itu belum datang.
[Sayang,
jalanan macet parah. Maaf, aku terlambat]
Pesan yang
dikirim Rheino.
Sebagai kekasih
yang pengertian, segera kubalas pesan
itu.
[I see, take
care.]
Meski menunggu
lama, wajah ini tetap menampilkan senyum.
'Akhirnya
datang juga,' batinku ketika mendengar suara mobil memasuki halaman rumah.
Layaknya
sepasang kekasih yang dimabuk asmara, pelukan mesra terjadi dan melengkapi
pertemuan kami malam itu. Seolah-olah sudah bertahun-tahun tak jumpa. Padahal
baru kemarin kami menghabiskan waktu bersama.
Usai melepas
rindu dan saling canda, kami segera menuju ruang makan dan menikmati masakan
yang telah kusiapkan.
"Enak
enggak masakanku?"
"Enak
banget, dagingnya empuk. Baksonya juga enggak keras. Kamu dapat resep
baru?" tanya Rheino di sela-sela kunyahannya.
Aku hanya
tersenyum. Selanjutnya terlihat Rheino menenggak minuman berwarna kuning yang
telah kusiapkan.
Satu menit,
lima menit, sepuluh menit, dan tepat lima belas menit berlalu. Wajah
lelaki tampan di hadapanku memerah. Keringat membanjiri tubuhnya. Ia terlihat
gerah, tidak nyaman, sangat tidak nyaman.
"Kok,
tiba-tiba aku merasa sangat gerah, ya?
Kepalaku pusing, pandanganku juga kabur," papar lelaki berhidung mancung
sambil mengusap peluh.
"Tenang,
semuanya akan baik-baik saja. Kamu akan beristirahat selamanya!" ucapku
sinis.
"Apa
maksudmu?"
"Minuman
ini sudah aku beri racun," tuturku seraya mengangkat gelas minuman Rheino.
"Sayang,
jangan bercanda! Enggak lucu, tahu!"
"Serius,
setidaknya aku jujur, bukan pembohong seperti kamu!"
"Kamu
ngigau. Aku bohong apa? Aku tulus mencintai kamu."
"Omong
kosong! Dua tahun kita pacaran, kamu merayuku hingga menyerahkan segalanya
tanpa terkecuali. Ternyata kamu selingkuh! Enggak cuma satu, tapi dengan banyak wanita! Kamu juga pernah menikah. Namun, karena kelakuanmu, wanita itu menjadi depresi
hingga akhirnya gila!"
"Sayang,
aku bisa jelaskan," tutur Rheino lirih.
"Simpan
saja tenagamu untuk bertemu malaikat maut. Oh iya, satu lagi. Daging empal dan
bakso yang kaumakan itu adalah daging wanita yang dua hari lalu kamu
tiduri!"
Seketika mata
lelaki di hadapanku membeliak dan napasnya terhenti.
0 Response to "Daging"
Post a Comment