Bicycle Diaries: Sebuah Buku yang Menyadarkan
Kepercayaan saya dengan ketidaksengajaan, sama besarnya dengan kepercayaan saya bahwa semuanya sudah dikehendaki oleh semesta. Setiap momen dan kejadian yang saya alami selama saya hidup, tidak ubahnya adalah gabungan dari kedua hal tersebut. Tidak jarang, saya memang berpikir, bahwa suatu hal yang terjadi pada saya, benar-benar tidak disengaja sama sekali. Kerap pula, saya menganggap suatu kejadian adalah suguhan semesta yang harus saya nikmati. Mulai dari perkenalan, perpisahan, sampai pada rasa kagum dan hormat yang akhirya berubah menjadi benci.
Namun, apalah
arti itu semua jika saya pada akhirnya tetap sama saja dengan saya yang
sebelumnya. Dengan kata lain, saya tidak ada bedanya dengan batu yang terus
ditetesi air hujan. Padahal, batu yang keras sekalipun, akan berlubang jika
menerima tetesan air di tempat yang sama, bukan? Setidaknya, begitulah saya
mengartikan sebuah perjalanan hidup. Harus ada yang berubah walaupun yang
menjalani tidak merasakannya. Tetap harus menjadi lebih baik meskipun belum
tampak di mata orang lain. Sebab sejatinya, hidup adalah tentang pertaruhan dan
mempertaruhkan segalanya.
Lewat catatan
singkat ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih pada orang-orang yang
pernah berbuat baik pada saya. Dan sejujurnya, saya ingin meminta maaf apabila
saya pernah berbuat jahat, baik itu yang disengaja atau tidak disengaja. Kedengarannya
seperti surat wasiat bukan? Tapi percayalah, tulisan ini tidak saya tujukan
untuk hal itu. Lantaran saya juga masih ingin hidup lebih lama lagi. Alasannya sederhana.
Minimal, segala keburukan yang pernah saya perbuat, tidak lagi meninggalkan
bekas yang selanjutnya tetap menyusahkan orang lain.
Sesungguhnya,
saya tidak bisa untuk tidak mengucapkan kamsia pada salah seorang penulis, yang
belum lama ini bukunya baru saya baca. Memang, kesannya saya sedikit kurang
ajar. Sudah diberi buku gratisan, dikirimnya juga gratis, dan untuk sekadar tinggal
membacanya saja, saya masih malas-malasan. Coba dipikir, apakah ada yang lebih
kurang ajar dari itu, bagi seseorang yang mengaku dirinya menjadikan aktivitas
membaca adalah sebuah kebutuhan? Semoga saja tidak ada ya. Cukup berhenti di
saya dan tidak perlu ditiru.
Jika ingin
disampaikan segala dalih yang melatarbelakangi keterlambatan saya membaca buku
tersebut, tentu bisa jadi satu tulisan sendiri. Mulai dari ada proyek kecil-kecilan,
pusing masalah ekonomi, sampai dengan urusan kampus yang berwujud tugas akhir
dengan segala sesuatunya yang bikin mual. Akan tetapi, saya tidak akan
menyinggung semuanya di catatan singkat ini. Cukuplah ia masih tersimpan dalam
kepala saya yang isinya semrawut ini, yang entah kapan bisa keluarnya. Dan tentu
saja, hal itu tidaklah penting sama sekali.
Buku yang saya
maksud ini, adalah buku perdana penulisnya. Buku ini adalah tipe buku kumpulan
tulisan seperti yang banyak beredar di luar sana. Jelas, buku ini bukanlah satu
buku utuh, yang membahas dan punya satu konsen tertentu. Segala tulisan yang
masuk di buku ini, sebelumnya berasal dari blog yang ia asuh dan rawat dengan
baik. Tetapi uniknya, buku ini bisa disebut semacam diari dari penulisnya. Mesti,
kita lantas akan bertanya, apa yang menjadikan sebuah diari itu unik dan layak
dibaca?
Bagi saya, yang
baru pertama kali membaca buku yang berasal dari sebuah blog, mendapatkan
pengalaman khusus setelah membaca buku ini. Buku ini tidak hanya menggambarkan
penulisnya dengan teramat jelas. Akan tetapi, juga mewakili pandangan
revolusioner seorang pemuda di zamannya. Tidaklah berlebihan sebenarnya penilaian
saya tersebut. Saya beranggapan seperti itu lantaran kepuasan saya setelah
membaca buku ini.
Barangkali,
tidak sedikit kita dapatkan pengalaman membaca yang berujung pada sebuah
ketidakpuasan. Hal ini bisa saja dilatarbelakangi gara-gara sedari awal kita
sudah mencoba menebak isi dari sebuah buku. Meskipun, tidak jarang hal seperti
itu malah melahirkan kesulitan ketika memahami sebuah buku. Namun, tidak menutup
kemungkinan bukan? Apabila yang kita dapatkan justru rasa tidak puas itu
sendiri.
Pada dasarnya,
buku ini adalah kumpulan tulisan yang banyak sekali pembahasan di dalamnya. Mulai
dari masalah pribadi, keluarga, psikologi seseorang, kehidupan kampus yang
berbanding terbalik dari anggapan umum, sampai dengan kondisi sebuah daerah,
negara bahkan dunia. Hal inilah yang menjadikan buku ini tidak sekadar diari
biasa. Namun menjadi sebuah diari yang berfungsi sebagai sebuah panduan. Baik itu
panduan untuk penulisnya sendiri, atau panduan dari orang-orang yang punya
pengalaman sejenis.
Keunikan lain
yang akan kita temui di buku ini, ialah terdapat semacam keyword di setiap
tulisan. Keyword-keyword ini cukup berguna bagi saya ketika membaca buku ini. Keyword-keyword
ini pula yang saya pikir seperti semacam kerangka acuan penulisnya. Melalui keyword-keyword
ini, kita akan mengetahui apa yang sebenarnya dibidik oleh seorang penulis. Walaupun
saya bukan tipikal orang yang menulis dengan acuan semacam itu, boleh jadi di
kemudian hari saya akan melakukan hal yang sama.
Saya pribadi juga
merasa bangga sekaligus beruntung, karena bisa kenal dengan penulisnya. Jauh dalam
hati kecil saya, saya memang termasuk orang yang suka punya banyak teman,
kenalan, relasi, atau apa pun istilah lainnya. Bukan tanpa alasan saya
menggandrungi hal itu. Bukan juga lantaran saya lebih suka dikenal banyak orang,
atau orang lain menjadi lebih tahu siapa saya yang bukan siapa-siapa ini. Tetapi
lantaran punya banyak teman dan kenalan lah, yang membuat saya bisa belajar
banyak hal dari orang-orang yang saya kenal tersebut.
Saya juga tidak
akan mencoba memungkiri, banyak sekali perbedaan yang terdapat pada diri saya
dengan penulis buku ini. Bisa disebut, saya adalah sisi kebalikannya dari sang
penulis buku ini. Ya, saya adalah orang yang naif, orang yang munafik, punya
mental korupsi yang tinggi, dan merasa asik tersendiri jika tahu suatu
kebusukan tertentu. Jika diibaratkan dalam tokoh di suatu film, saya adalah
tokoh anti-heronya. Hal tersebut saya sadari dan terasa jelas setelah saya
membaca buku ini.
Terakhir,
kepada penulis buku ini, saya ingin menyampaikan bahwa saya merasa terharu,
ketika Nadia berkata suka berkenalan dengan orang seperti saya. Jujur, saya
bukanlah orang yang pantas dan layak dijadikan sebuah kenalan, apalagi dikirimi
buku lebih dari satu dengan gratis. Dari pertemuan dengan sang penulis, dan
dari beberapa interaksi yang terjadi, saya menarik sebuah kesimpulan. Kesimpulannya,
Tuhan mengajarkan saya tentang kebaikan lewat cara berkenalan dengan orang
lain. Dan dari perkenalan itulah, saya bisa mengukur kebaikan yang selalu Tuhan
hadirkan buat saya.
Data Buku
Judul: Bicycle
Diaries
Penulis: Nadia
Aghnia Fadhillah
Tahun: Juli,
2012
Penerbit:
Konspirasi Inspirasi
Tebal: 174 hlm
Posting Komentar