Senja yang Membawa Luka dan Puisi Lainnya
Penulis: Thoriq Dakar
BAPAK IBU SUDAH
LAMA TIADA
seorang anak kecil
berpakaian lusuh, tanpa alas kaki
berjalan disepanjang trotoar kota
sambil menyandang karung
yang dipenuhi sampah.
wajahnya amat kusam
diselimuti debu polusi
dari asap-asap knalpot kendaraan
yang lalu lalang
dengan langkah tertatih,
badan yang letih
rela berurai keringat sepanjang hari
demi makan sesuap nasi.
harus berbuat apa
bapak ibu sudah lama tiada
kasihan, masih kecil
sudah sengsara
terbentang nasib
di jalanan ibu kota.
Bayang, 2020
KEDUKAAN CINTA
tentang bunga-bunga
yang telah lama gugur
angin berhembus dingin
kesepian hati, dan irama kepedihan
kasih, kamu telah jauh membawaku
menapaki jalanan terjal
menyibak gelombang pasang
hingga aku terombang-ambing
dalam badai cinta
dan tak menemukan
satupun pintu untuk kembali
pada hakikat bahagia.
oh kasih, kau benar-benar mengurungku dalam kedukaan cinta.
Bayang, 2020
SENJA YANG
MEMBAWA LUKA
dalam balutan senja
kau dan aku
saling menerjemahkan kata
yang tak pernah tau maknanya.
cinta, yang telah lama membara
dalam diriku,
melawan deras waktu
agar bisa dapat bertemu
di sela-sela bibirmu.
dan pada senja terakhir itu
kau dan aku
pohon pinus dan angin
ombak dan pasir
serta gemuruh gelombang
yang memekikkan kepedihan,
rasa yang telah mati
antara kau dan aku.
Bayang, 2020
MEMUISIKAN
CINTA
seperti badai
yang merontokkan ranting-ranting
menghempas tanah,
lalu patah.
begitulah hatiku
hanya ada tinggal sepi di dalamnya
bukan cinta,
pada hujan yang rintik-rintik
aku merapalkannya dengan baik
namamu yang cantik.
setelah itu
malam-malam terasa dingin sekali
puisi-puisi beku
dalam riwayat cinta hitam
yang kini berulang.
Bayang, 2020
RAHASIA
aku tidak tahu
sampai kapan menulis sajak
perihal kepedihan dan duka
yang telah mencabik
sampai ke palung hatiku ini
dan itu masih rahasia.
aku tidak tahu
harus bagaimana membenci waktu
sebab, ia begitu deras melenyapkan
ingatan yang belum sempat terbaca,
dan kuterka dengan jelas, tapi masih rahasia.
dan yang lebih rahasianya lagi
aku tidak tahu
sampai kapan mesti mencintaimu,
menyaksikan bunga-bunga gugur
pada musim dingin
dan sungai-sungai yang mengalir
di ujung matamu itu.
sebab, bayangan kematian kita
seperti takdir yang lama-lama
semakin dekat, dan akhirnya terjadi.
Bayang, 2020
Thoriq Illahi, bisa juga dipanggil Dakar. Lahir di Bayang, Pesisir Selatan Sumatera Barat, anggota Rumah Baca Pelopor 19 dan Sastra Bumi Mandeh (SBM).
Posting Komentar