Merawat Rindu dan Puisi Lainnya
Penulis: Imam Khoironi
Merawat Rindu
Di jejak kakimu
yang kususuri satu demi satu,
rindu mungkin
belajar memiliki jarak,
suara langkah
kakimu menjauh,
terus menjauh
hingga menghilang
dan tak
kudengar lagi
Pelupuk matamu
bicara terakhir kali,
di lorong
keberangkatan,
kau mengikatkan
kesepian di ruas-ruas tubuhku
Sementara aku
hanya menatap dan melukis wajahmu di ingatan
Kata kata
adalah suara
yang tak
mungkin bisa aku isyaratkan,
dengan apapun
yang bisa
membuatku
tenggelam dalam kebahagiaan
Aku menghitung
langkah pulang
rindu menghitung
langkah datang
Bayang itu,
lambaianmu mengurat
di tipis
dinding ingatan.
Lampung Selatan, 8 April 2020
Pemikiran Ibu
Dengan
dilandasi rasa lapar, aku bertanya kepada Ibu soal rindu. Ibuku manggut-manggut,
menggerutu, sambil mengisap napas seperti ayah ketika mengisap cerutu. Ibu
berkata, rindu lahir dari jarak, jarak lahir dari waktu, waktu lahir dari
Tuhan. Otak sebesar kacang ercis sedang mencerna gizi entah apa itu.
Sedangkan ibu melanjutkan.
Di sana ayah
sedang sesenggukan, menangisi kebun yang kehausan. Berharap langit mengirim
pesan rindu lewat hujan pada dedaunan. Doamu akan lebih cepat didengar Tuhan,
kata Ibu. Lebih cepat dari asap dupa yang menguap sebelum dewa mengisap
aromanya. Dalam pasal rindu kau tak bisa berkhianat pada waktu. Berpaling dari
jarak.
Di kepalaku kini banyak tanaman, ibu
menyemai benih rindu di tubuhku ketika aku sedang membaca firman, di hadapku
Ayah kembali menangis sesenggukan, mengingat nenek mengingat kakek, yang lapar kerinduan,
seperti pemikiran ibu.
Lampung, 29 Juni 2020
Anasir Senja
rindu menggenang di tepi dermaga,
tempat cintamu berlabuh
melewati senja yang penuh dengan
kenangan
sementara di tempat lain,
rasa sepiku berkejaran
saling menggulung bagai ombak di pesisir
barat
aku yang sendirian mengenangmu
lebih sunyi dari aokigahara di
tengah malam
Lampung, 2018
Di Hatimu
Di hatimu cinta
tersesat
Mungkin jalan
itu terlalu jauh
Gelap di
sekujur hari
Melewati setiap
liku-liku
Menuju rumahmu
Lamsel, 2019
Sebuah Maklumat
Mulai ini
malam.
Aku tak mau
lagi bercinta,
dengan
gemintang, maupun rembulan.
Di atas ranjang
tanah, berkelambu langit,
akan aku
rebahkan segala gesang cerita cinta.
Biar membual
pada daun-daun,
yang jatuh
mencumbu tanah.
Biar terbang
bersama debu-debu yang melayang diembus angin.
Lamsel, 2018
![]() |
Imam Khoironi. Lahir di desa Cintamulya, Lampung Selatan, 18 Februari 2000. Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Menulis puisi, cerpen, esai dan artikel. Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (2019/Al-Qolam Media Lestari). Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media cetak maupun online seperti Simalaba.com, Apajake.id, Kawaca.com, Radar Cirebon, Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya.
Ia bisa ditemukan di Facebook : Imam Imron Khoironi, Youtube channel: Imron Aksa, Ig : @ronny.imam07 atau di www.duniakataimronaka.blogspot.com. |
0 Response to "Merawat Rindu dan Puisi Lainnya"
Post a Comment