Ilmu Ekonomi dan Perempuan; dari Keunikan hingga Ketidakpastian
Identitas Buku
Judul: Siapa yang Memasak Makan Malam Adam Smith?:
Kisah tentang Perempuan dan Ilmu Ekonomi
Penulis: Katrine Marcal
Penerbit:
Marjin Kiri
Cetakan: Mei, 2020
Tebal: i-viii+226
Apa yang
pertama kali terlintas dalam benakmu ketika melihat gambar seorang koki
perempuan sedang tersenyum, yang membawa seekor ayam panggang utuh bersama
sosok laki-laki yang terkenal dan berpengaruh? Sedikit tambahan, gambaran sosok
perempuan ini terlihat sangat jelas, sedangkan laki-laki tadi hanya dilukiskan
dengan arsiran sederhana. Kemudian gambar tersebut ditambah dengan judul yang
sedikit membuat penasaran, lalu bayangkan beberapa penjelasan tadi malah
membikinmu berkeinginan untuk menebaknya.
Jika kamu lantas
mengira gambar tersebut mewakili kisah misterius yang penuh teka-teki, atau
terdapat skandal dibaliknya, sesudah itu kamu malah beranggapan bahwa gambar
tadi adalah salah satu potongan puzzle yang belum terungkap, saya ucapkan
selamat. Sebab menurut saya kamu masih manusia normal dan lazim pada umumnya.
Yang menilai sesuatu apa adanya, tanpa ada kecurigaan lebih lanjut. Hasil tebakan
sederhana semacam itu, biasanya juga dipengaruhi oleh persepsi dan konstruk di
lingkungan tempat kita tinggal.
Begitulah kesan
yang akan kita dapati secara sepintas, ketika pertama kali melihat buku yang
berjudul Siapa yang Memasak Makan Malam Adam Smith?: Kisah tentang Perempuan
dan Ilmu Ekonomi. Buku ini adalah karya penulis asal Swedia yang peduli
dengan isu feminisme. Tingkat kepeduliannya kepada feminisme atau keadilan bagi
perempuan, bisa dibilang sudah sampai pada taraf mensatirkan dan menertawakan
kecacatan logika yang berlaku di konsep kesetaraan. Hal tersebut begitu terasa
dan terlihat jelas dalam bukunya ini.
Kalau melihat
dari judul dan cover-nya, bisa jadi malah kita akan beranggapan kalau
buku ini sebenarnya buku novel. Novel yang ber-genre misteri dan mampu
mengundang rasa keingintahuan yang besar. Padahal, buku ini hampir sama sekali
tidak mengandung unsur sastrawi di dalamnya, kecuali pada lelucon-lelucon yang
dikutip oleh penulisnya. Dan bukan tidak mungkin, orang akan tertarik atau
tergiur membeli buku ini hanya karena cover-nya yang bagus, atau hanya
berdasarkan penilaian serta ulasan singkat yang membaguskan buku ini.
Namun sungguh
tidak bijak sekali bukan, jika kita hanya menilai sebuah buku tanpa
menyelesaikan membacanya? Untungnya, saya pribadi tipikal yang terlebih dulu
harus membaca sampai habis buku yang ingin dinilai.
Jujur saja,
pada awalnya saya menganggap karya Katrine Marcal ini adalah buku yang
membosankan. Kemudian saya pun bertanya-tanya, di mana letak bagusnya buku ini,
hingga dielu-elukan sedemikian rupa oleh orang-orang. Baik itu yang saya
temukan di media sosial, maupun bertanya langsung kepada seorang teman yang
sudah lebih dulu membacanya.
Saya menganggap
buku ini membosankan karena, di awal buku saya tidak mendapatkan apa yang saya
cari. Baik itu yang membicarakan ilmu ekonomi secara serius, atau pun
kisah-kisah heroik perempuan yang punya keterkaitan dengan ilmu ekonomi.
Bahkan, awalnya saya berpikiran kalau buku ini sekadar tulisan yang berisi
curhatan dari seorang feminis yang cengeng. Setidaknya begitulah kesan saya
ketika baru membaca sepertiga bagian awal buku ini.
Anggapan saya
tersebut berubah total setelah sampai pada halaman 70-an. Dari yang awalnya
menganggap remeh dan sedikit menyesal membeli buku ini terlalu cepat, berganti
sebuah ketakjuban dan kekaguman. Saya pribadi pada akhirnya menjadi heran,
ketika mengetahui ada sebuah buku yang membahas soal ekonomi dan dengan berani
membedahnya memakai kerangka feminisme.
Uniknya,
keberanian yang saya maksud tidaklah terejawantahkan dalam bentuk kepongahan.
Melainkan tercermin dalam ketepatan penulisnya ketika membedah realitas
ketimpangan yang dialami perempuan. Dengan tidak melupakan data-data riil di
lapangan, saya menganggap Katrine tidaklah sekadar penulis feminisme, tetapi
pejuang kemanusiaan yang menjujung tinggi nilai keadilan.
Tak dapat
disangkal, para ekonom telah mengajarkan kepada kita hal-hal tentang cara kerja
dunia, yang membantu kita membuatnya menjadi lebih baik (hlm 105). Sayangnya,
apa yang dimaksud Katrine di sini adalah sebuah kritik telak pada jantung
konsep ekonomi modern. Sebab, ekonomi dewasa ini sudah selayaknya seperti
agama, dan melahirkan banyak dogma yang memaksa untuk dipatuhi. Fatalnya pula,
dogma-dogma tadi sering kali bias gender, dan korbannya paling banyak adalah
perempuan.
Seperti yang
tertuang di pertengahan buku ini, Katrine memaparkan soal kerancuan perhitungan
yang dibuat oleh para teoritikus ekonomi atau para ekonom kebanyakan.
Kerancuannya terletak pada kekeliruan yang menganggap kerja-kerja perempuan
terbilang tidak produktif. Seperti misalnya memasak, merawat anak,
bersih-bersih rumah, dan mengurus urusan rumah-tangga lainnya.
Kegiatan
semacam ini digolongkan menjadi kerja pasif, yang tidak mendatangkan keuntungan
sama sekali. Anehnya, kesan itu selalu dilekatkan kepada kaum perempuan.
Konyolnya pula, hampir seluruh perempuan di dunia dipaksa untuk menikmatinya.
Dengan kata lain, logika ekonomi dewasa ini sudah merambat ke banyak bidang.
Sampai pada urusan rumah tangga pun, pada akhirnya kita telah dikontrol oleh
logika ekonomi yang ruwet itu. Hanya karena ia berhasil untuk beberapa bidang
bukan berarti ia mesti diterapkan pada semua bidang (hlm 182).
Padahal, jika
kita telisik lebih jauh, justru kerja-kerja perempuan di rumah punya peran yang
begitu besar. Karena sulit untuk menampik, kebanyakan kesuksesan seorang suami
selalu didukung oleh peran istri yang cermat dan bijak. Jika saja seorang
perempuan tidak pandai dan cermat dalam mengurusi atau dengan kata lain
merawat, kemungkinan besar banyak kekacauan yang timbul dalam rumah tangganya,
begitu pula dengan karir si laki-laki tadi.
Sumbangsih para
perempuan yang perannya cukup vital ini, menurut Katrine sengaja dinihilkan dan
tidak digolongkan sebagai kegiatan yang bermanfaat untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi. Sebabnya tiada lain karena konstruksi yang dibuat oleh para ekonom,
yang sering kali timpang. Secara tidak langsung, buku ini juga menilai bahwa
krisis ekonomi dunia beserta segala kegagapan untuk menghadapinya, salah satu
faktornya ialah tidak melibatkan perempuan di dalamnya.
Buku ini adalah
buku yang layak dibaca siapa saja, selagi ia masih punya kepedulian pada nasib
kemanusiaan ke depannya. Dengan kakunya wajah ilmu ekonomi dewasa ini, Katrine
dengan handal mampu mencairkannya, dan dibuatnya begitu menyenangkan untuk kita
konsumsi bersama. Sehingga, kita akhirnya tersadar, bahwa dalam segala
ketidakpastian logika ilmu ekonomi tersebut, selalu terdapat keunikan yang bisa
membuat kita banyak belajar. Sama halnya dengan perempuan yang manusia, ilmu
ekonomi itu selalu berkembang dan tidak akan mungkin sampai pada tiitk
kesempurnaan.
0 Response to "Ilmu Ekonomi dan Perempuan; dari Keunikan hingga Ketidakpastian"
Post a Comment