Wasiat Luqman kepada Putranya dalam Surah Al-Luqman
Saturday, June 6, 2020
Edit
Penulis: Idris Andrianto
Luqman Hakim adalah salah satu nama orang yang disebut
dalam al-Qur`an, tepatnya surah Luqman (31) ayat 12-19. Luqman Hakim namanya
mendunia karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat
bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan mengenai
asal usul Luqman, para ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan, bahwa
Luqman adalah seorang tukang kayu yang berasal dari Habsyi.
Dikisahkan,
bahwa suatu hari Lukman Hakim memberikan wasiat kepada putranya, “Wahai anakku
berimanlah Kepada Allah Swt. dengan bersungguh-sungguh dan bertakwalah engkau
kepada-Nya, jangan sekali-kali engkau tinggalkan dalam keadaan musyrik, itulah
prinsip yang harus engkau pegang. Lakukanlah
perkara yang benar dan janganlah kau dengar apa kata orang.”
Mendengar wasiat itu sang anak tampak kebingungan, tidak
mengerti maksud kata-kata yang terakhir “Janganlah kau dengar apa kata orang”.
Luqman lalu menjelaskan lagi, “Begini anakku, jika engkau masih belum paham apa
yang telah aku katakan, sekarang ambil lah kuda kemari, kelak kau akan
mengerti apa yang aku maksudkan.”
Anak itu semakin kebingungan. “Mengapa dengan mengambil
kuda aku akan tahu apa yang ayahanda wasiatkan,” gumamnya dalam hati. Tapi ia
menurut dengan apa yang ayahandanya katakan, ia pergi ke kandang dan mengambil
kuda. Setelah si anak menyiapkan seekor kuda, Luqman lalu naik
ke atas punggung kuda seraya berkata, “Peganglah tali ini dan kau yang
menuntunnya!”
Begitu sampai di perempatan jalan di mana banyak
orang bergerombol, mereka spontan mengumpat, “Betapa kejamnya orang tua itu,
anaknya disuruh menuntun kuda sedangkan dia enak-enakan duduk di atasnya, coba
kalau dia boncengkan anaknya tentu lebih tepat.”
Mendengar perkataan itu, Luqman lalu bertanya kepada
anaknya, “Wahai anakku, dengarkah engkau apa yang mereka katakan? Sekarang mari
kita lanjutkan perjalanan ini dan posisi kita bergantian, aku yang menuntun
kuda dan kau yang naik diatasnya.”
Oleh Luqman, kuda itu dibawa melewati perempatan lain, di situ juga banyak
orang bergerombol. Begitu melihat Luqman dan anaknya, mereka pun berkata hal
yang serupa, “Anak itu sungguh tidak punya sopan santun, dia menaiki kudanya
sedangkan ayahnya disuruh menuntun. Mengapa tidak dibonceng sekalian, itu tentu
lebih baik.”
Kali ini Luqman menyuruh anaknya memperhatikan
benar-benar perkataan mereka dan tetap melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan
berikutnya, Luqman kembali berkata kepada putranya, “Sekarang kita lanjutkan
lagi perjalanan dan mari kita tuntun bersama kuda ini.”
Sepanjang perjalanan setiap orang yang melihat malah
menertawakannya, “Kuda itu sangat sehat dan kuat, tapi mengapa mereka tidak
naiki. Mestinya mereka naiki bersama atau bergantian. Kalau
seperti itu, berarti mereka tidak memanfaatkan fasilitas yang ada.” Mendengar
itu, Luqman kembali berkata, “Dengar dan perhatikan apa yang mereka
katakan anakku! Sekarang kita lanjutkan perjalanan dan kita naiki kuda ini
bersama-sama.”
Selanjutnya
mereka berdua menaiki kuda itu besama-sama dan melewati sekelompok orang yang
juga tidak tinggal diam. Mereka berkata, “Dasar manusia tidak punya perasaan,
kuda kurus dan kecil seperti itu dinaiki dua
orang. Mengapa tidak mengalah saja salah satunya, atau mungkin mereka naiki bergantian
sehingga tidak menyusahkan hewan.”
Luqman
merasa kini saatnya ia memberi penjelasan kepada putranya, “Wahai anakku,
pahamkah engkau sekarang
akan nasihatku? Coba kalua kita selalu menuruti apa kata orang-orang itu,
lantas manakah yang benar? Bila ayah naik salah, engkau yang naik juga salah.
Kalau kita tuntun kuda
itu salah, lebih-lebih kalau
kita naiki berdua. Oleh karena itu,
peganglah prinsipmu, jangan kau dengar apa kata orang, kamu akan bingung
dibuatnya. Dan sebaik baik prinsip adalah prinsip agama, suatu saat kau akan
merasakan buahnya.”
Jadi, dari kisah Luqman dan putranya tersebut, kita dapat mengambil hikmah yang begitu banyak dan
sangat bermanfaat untuk menjalani
hidup di dunia ini. Kisah
tersebut
merupakan pesan Allah Swt kepada umat-NYA,
agar lebih berhati hati dalam berkata serta tidak perlu selalu untuk mendengar apapun yang dikatakan
oleh orang lain.
Namun ada hal yang kita harus ketahui,
bahwasanya kita tidak boleh mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain yang
berupa akidah atau keyakinan, jika berupa nasehat tentang agama dan cara agar
hidup bahagia, kita boleh saja
mendengarnya,
dengan syarat kita harus memilah dan memilih terlebih dahulu kata-kata
tersebut. Apakah kata-kata tersebut baik untuk kita lakukan dan praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari atau malah lebih baik kita tinggalkan. Karena kita
tidak pernah tahu
apakah orang yang menasehati kita termasuk orang yang benar-benar menasehati
kita, atau malah sebaliknya.
Kalau
kata-kata tersebut berupa hinaan seperti yang dialami oleh Lukman dan putranya, maka jalan yang harus
kita lakukan adalah membiarkannya,
atau kita tidak usah hiraukan apa yang mereka katakan. Tapi, akan lebih
baiknya, kita buat kata-kata orang tersebut menjadi motiasi untuk kita lebih
jauh lebih baik lagi dari hari sebelumnya.
Wallahu A’lam...
![]() |
Mahasiswa Ekonomi Syariah FEBI UIN Sunan Ampel, kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Bisa ditemui dan dihubungi di: IG; @ryand7213, emali; ryandtix07@gmail.com |