Sajak Kedewasaan dan Puisi Lainnya
Penulis: Aris Setiyanto
Kali Pertama
3977
panggung
sandiwara
tak seberapa luas
kini milikmu
sekalipun
berpuluh-puluh
peluh
di angka tiga puluh
tetap sembunyi
di batas kemustakhilan
tiada kau harapkan
tapi mimpi
di depan
Tuhan, merentangkan
tangan
sepanjang derai air
mata
membanjiri penuh
berlayarlah kembali
bahtera nuh
tersebab kau ingin
terus berdiri
menggema
gelegar suara
selain khidmat azmat
di ruang persegi
bercat putih
sejatinya, memang
gamang
ini kali pertama.
Temanggung,
14-09-2019
Aku, Kamu, Pelangi dan Matahari
di sebelahmu
kan kau temukan
aku memandangmu
yang memandang ke
depan
kereta bawah tanah
telah memanggil
namamu
menuju kota-kota
hingga yang tak
bernama
di sebelahku
aku, temukan engkau
dekap erat tubuh
rapuh setelah
guyuran air mata
setelah tersadar
terasingkan keramaian
dunia dalam dekapmu
membatu
lambaian tangan
secepat kilat
melesat
meninggalkan
kesedihanku
dengan ikrar
yang baru
bahwa setelah hujan
terjelang
tercipta; aku, kamu,
pelangi dan matahari.
Temanggung,
14-09-2019
Pesawat Kertas
hal paling kubenci
di dunia ini
kau tahu, perpisahan
teramat menyesakkan
meski ada akhir
saat ada awal
tetap saja, sadarku
setelah kepergianmu
kau melangkahkan kaki
jauh pergi menuju
mimpi sendiri
aku yang enggan
relakan pun melupakan
tetap berdiam, tak
tergerus
laju waktu
aku menantimu
di jalan penuh
kenangan
di jalan setapak
terlapisi embun pagi,
di sungai kerajaan
kita pada masa
bersua
dan di rumah tuhan
dalam kesyahidan
bilamana kau ingat
aku
terbanglah!
jika pesawat kertas
telah kau lipat
bertuliskan kerinduan
hati
biar kubaca
tak kau tahu
derai tangis
aku tepis
Sajak
Kedewasaan
Sagala tumbuh dewasa
merantau ke kota
menimbun banyak harta
tapi, sama sekali, tak bahagia
Sagala pulang ke desa
hilang dalam pekat duka
tanpa jabat tanpa segala kata
tersimpan ia peraduan penuh lena
Sagala pergi ke kota
di desa—di seluruh sudut perbincangan renda
daun telinga terjejal nestapa
bahwa dengan mimpi jadikan tiap detak masa tak
berdetik, katanya.
aku di pojokan diam saja, tertawa
mana mungkin dapat hidup tanpa harta? tanyanya
mana mungkin manusia mati bersama harta?
ia yang tak bermimpi diam, aku kembangkan
senyum tinggalkan ia yang terlampai dewasa