Aksi Milenial Menggugat yang Mirip Orang Mabok
Friday, June 5, 2020
Edit
Penulis:
Pramesyawari Nadira
Sebelum membaca
tulisan ini, mari angkat gelasmu setinggi mungkin dan sediakan tisu di
sampingnya. Hanya untuk jaga-jaga, agar ketika kamu muntah di tempat, tumpahan
muntahmu itu bisa segera dibersihkan.
Hari ini, saya
tidak sengaja mengikuti perkembangan di salah satu jagat dunia maya. Bermula dari
melihat stori-stori yang ada di kontak WhatsApp saya. Stori dari orang-orang
yang sedang memperjuangkan kemaslahatan, katanya. Isi dari stori-stori tadi bagi
saya terkesan sangat biasa, jika tidak bisa saya sebut sepele. Saking recehnya
stori-stori tersebut, pada akhirnya juga membuat saya gumun. Lantaran terkesan
seperti nyinyiran yang hanya diperhalus saja, tidak lebih.
Selanjutnya saya
pun mengibaratkan rentetan stori tadi mirip dengan orang yang kebakaran
jenggot, atau orang yang kebelet boker baru mencari lubang. Pasalnya, terkesan
seperti orang yang kagetan menyikapi suatu masalah. Seperti ingin tertawa,
tetapi malas kalau dihujat. Jadi saya memutuskan untuk menyampaikan kesan lucu
dan menggelitik tadi lewat tulisan ini. Semoga saja, setelah membaca tulisan
ini, setidaknya orang-orang yang saya maksud bisa sedikit tersadar. Bahwa perjuangan
itu tidak sesederhana demikian dan tidak selucu itu.
Oke, sebenarnya
saya mengkhususkan tulisan ini kepada seluruh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Baik
itu yang baru akan masuk, atau masih tertinggal di kampus putih, kampus rakyat,
dan kampus perjuangan ini. Juga kepada seluruh mahasiswa di Indonesia yang akan
melaksanakan aksi serupa. Agar setidaknya bisa menghemat sedikit tenaga untuk
memikirkan langkah ke depan yang sekiranya lebih efisien.
Sederhana saja
pesan yang ingin saya sampaikan ini, dan tidak akan muluk-muluk. Saya pribadi
sebenarnya merasa geli, ketika banyak gugatan yang diajukan kepada pihak kampus,
terkait masalah yang baru muncul di UIN Sunan Kalijaga. Masalah soal uang
gedung yang dipatok oleh kampus kita tercinta, yang kemudian memunculkan
anggapan kampus negeri rasa kampus swasta.
Pertanyaannya,
kalau memang ingin melayangkan gugatan, apakah harus selebay itu kawan? Percayalah,
apa yang kalian lakukan itu hanya beda tipis dengan anjing menggongong meminta
tulang. Seperti orang kelaparan yang mencari sisa-sisa makanan di segala
tempat. Sebuah perjuangan yang terhimpit oleh rasa keputusasaan. Begitulah saya
menganggapnya.
Dalam persoalan
ini, yang salah bukanlah pihak kampus atau birokrasi. Akan tetapi, kesalahannya
terletak pada kita, yang sudah merasa bangga bisa diterima di kampus dunia-akhirat
ini. Coba kalau dari awal kita sudah tahu kalau kuliah itu mahal, bisa saja
kita tidak akan memasuki UIN Sunan Kalijaga secara beramai-ramai. Kalau sudah
tahu kondisi seperti ini, paling banter kita mirip dengan kucing gemuk yang
senang bermalasa-malasan. Menguap, menahan ngantuk di depan layar gawai pintar,
sambil melambungkan sebuah gugatan.
Mari saya
beritahu, perubahan radikal yang terjadi di UIN Sunan Kalijaga pada khususnya,
dan seluruh kampus pada umumnya, sudah mulai sejak 2012. Untungnya dan pada akhirnya
juga merugikan kebanyakan mahasiswa, UIN Sunan Kalijaga pada 2014 sudah
memberlakukan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tentu saja, saya bisa memahami betul
perasaan adek-adek lucu dan imut, yang kaget karena kondisi UIN Sunan Kalijaga
sangat jauh berbeda dari yang dibayangkan sebelumnya.
Untuk merayakan
hal itu, mari kita berjabat tangan dan sama-sama mendeklarasikan diri sebagai
orang yang “tertitpu”, dan terjebak dalam pusaran pesona kemewahan sebagai anak
kuliahan. Tidak apa-apa, tidak usah bersedih dan meratapi hal tersebut. Dunia tidak
akan berakhir ketika kamu tahu kenyataan yang sebenarnya. Begitu juga dunia ini
tidak akan berhenti berputar karena jargon-jargon aksi yang kamu lambungkan
itu. Buktikanlah sendiri jika masih ragu.
Memang benar,
internet atau media sosial adalah ruang strategis baru yang bisa dimanfaatkan
untuk menyalurkan segala aspirasi dari mahasiswa. Hanya, seberapa besar
kira-kira, hasil perjuangan itu bisa memengaruhi wacana publik, atau minimal
menunda sebuah kebijakan yang ada di kampus? Saya rasa, para adik-adik yang
budiman dan terhormat perlu memikirkan hal ini. Sebelum, adik-adik nantinya
merasa lelah dan putus asa karena perjuangannya berakhir dengan sebuah
kesia-siaan.
Bukan, ini
bukan ocehan dari “orang tua” yang sudah tidak lagi terlibat dengan urusan yang
ada di kampus. Saya hanya menyampaikan dan berbagi sedikit pengalaman tentang
kelirunya ketika kita merasa terlalu heroik menanggapi sesuatu. Ya bisa disebut
hampir mirip dengan apa yang adik-adik sekalian sedang lakukan. Yang sangat
mungkin untuk adik-adik sekalian lakukan, dan terlebih khusus lagi semua
mahasiswa baru, adalah bersiap diri dengan segala kemungkinan terburuk. Karena dari
beberapa kemungkinan terburuk, pasti ada yang tidak (sangat) buruk.
Oke, tulisan
ini cukup sampai di sini saja. Jika ingin kita teruskan perbincangan ini, hitung-hitung
agar perjuangan yang adik-adik sekalian sedang lakukan menjadi sedikit lebih
efisien, silahkan langsung saja balas tulisan ini. Sampai jumpa di tulisan
selanjutnya (jika ada), dan semoga kita bisa bertemu tanpa kekurangan suatu apa
pun.