Menjadi Pendengar Curhatan yang Baik, Bukanlah Hal Mudah
Monday, May 11, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: cuadernoderetazos.wordpress.com |
Penulis:
Ibrahim Maulana*
Pernah gak
mendengar kata-kata yang isinya kurang-lebih begini, “Teman yang baik adalah
teman yang lebih banyak mendengarkan. Bukan teman yang kerjaannya menghakimi,
dan menyimpulkan dengan serampangan”. Kalau belum pernah, mari saya bisikkan
sesuatu; Percayalah, itu semua gak mudah. Justru, ketika kita dianggap sebagai
pendengar yang baik, yang ada malah kita akan terbebani oleh pelabelan
tersebut.
Tentu saja,
tidak semua orang adalah pendengar yang baik. Sama halnya tidak semua orang
adalah komunikator yang baik. Tapi siapa sangka, menjadi pendengar yang baik
itu lebih sulit loh, ketimbang menjadi komunikator yang baik. Pasalnya, menjadi
pendengar yang baik itu butuh dan melatih kesabaran. Sedangkan menjadi
komunikator yang baik, lebih membutuhkan dan melatih yang namanya ketelatenan
dan konsistensi.
Nah, sudah pada
punya pengalaman menjadi pendengar curhatan? Ya terserah sih menjadi pendengar
siapa saja, boleh itu teman, gebetan, pacar, dan mantan kalau ada. Kalau belum,
yuk kita belajar bareng, gimana bijaknya menjadi seorang pendengar yang baik.
Karena seperti yang sudah saya sebutkan di atas, beneran gak mudah jadi
pendengar yang baik itu. Apalagi kalo mendengar curhatan yang isinya cinta-cintaan,
alay-alayan, dan bucin-bucinan. Nderes air mata di hati, lebih-lebih
kalau kitanya jomblo.
Apa yang saya
sampaikan di sini, adalah hasil real pengalaman saya pribadi. Yang barangkali
punya kesamaan dengan beberapa orang. Pengalaman saya ini, juga berangkat dari
status saya sebagai Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, yang kerjaannya lebih
banyak mendengarkan.
Eh, eh,
ngomong-ngomong udah pada tahu lah ya, jurusan Bimbingan dan Konseling itu
jurusan apa. Yup bener, jurusan yang masa depannya itu jauh dari yang
dicita-citakan dan dicitrakan. Udah kuliahnya banyak tugas, pontang-panting
nyari klien, eh pas udah lulus banyak yang bingung mau ke mana. Bahhh, suram
deh suram. Stop, kok malah saya yang jadi curhat.
Oke, ayo
kembali ke topik utama kita.
Bagi saya
pribadi, menjadi pendengar yang baik itu akan lebih susah jika dijalani oleh
seorang perempuan. Soalnya, seperti yang kita ketahui, perempuan akan lebih
banyak berbicara dalam sehari. Selisih beribu-ribu kata dengan para lelaki. Ini
menurut penelitian loh ya, bukan saya ngarang.
Walaupun
begitu, belum pasti juga loh laki-laki lebih mudah menjadi pendengar yang baik.
Sebab, lagi-lagi berangkat dari pengalaman saya yang kuliah di jurusan lebih
banyak perempuannya, tidak jarang malah perempuan lebih mahir dalam hal
mendengarkan. Sampai di titik ini, saya sebenarnya juga heran sendiri. Apakah
keistimewaan perempuan selalu menyimpan misteri dan kejutan seperti itu?
Kemudian, apa
saja kira-kira yang dibutuhkan agar bisa menjadi pendengar yang baik?
Pertama,
terlebih dahulu sebaiknya paham betul siapa yang menjadi lawan kita bicara.
Karena menjadi pendengar yang baik itu, bukan berarti gak ngomong sama sekali
ya. Malahan, di dalam sebuah kondisi tertentu, pendengar yang baik itu menjadi
banyak berbicara. Lah hayo, kenapa bisa begitu? Sebab, terkadang ada juga
tipikal orang curhat yang ingin ditanggapi secara intensif. Jika sudah begitu,
pendengar yang baik akan menjelma sebagai orang yang doyan ngomong.
Kedua, melihat
suasana di sekitar. Tipikal orang curhat, juga banyak macamnya jika
mengkategorikan kebiasaanya curhatnya. Ada yang senang curhat dalam sebuah
keramaian, ada yang curhat dalam kondisi sepi, ada juga yang baru bisa curhat
jika sesi curhatnya diformalkan, mirip wawancara gitu deh.
Maka dari itu,
memahami suasana ketika curhatan berlangsung, termasuk poin penting dalam
keberhasilan kita menjadi pendengar yang baik. Namun, sah-sah saja kalau kita
yang menjadi pendengar curhatan, ingin menentukan lokasi berlangsungnya sesi
curhat tersebut. Asalkan, antara si pendengar dan yang bakal curhat, sama-sama
tidak ada yang dirugikan.
Ketiga, tentukan
batas waktunya. Hal ini menjadi penting dilaksanakan agar tidak terjadi miss
komunikasi. Karena si pendengar mesti punya kesibukan lain bukan? Belum lagi
juga harus menghitung bahan obrolan dan pertanyaan yang bakal dilontarkan.
Sebab jika tidak cermat, yang ada malah kita keasyikan. Hingga lupa diri dengan
tujuan awal sebagai pendengar yang baik.
Keempat, berani
tegas walaupun itu kepada teman akrab atau orang yang belum lama kita kenal.
Ketegasan adalah kunci yang sedikit banyak memengaruhi alur curhatan. Menjadi
pendengar yang baik, bukan berarti kita bertindak sebagai orang yang pasif.
Malah jika kita terkesan pasif, yang ada kita akan dicap tidak asyik dan dianggap
tidak serius menanggapi sebuah curhatan. Atau dengan kata lain, orang yang
curhat menganggap kita ogah-ogahan atau setengah hati. Jika sudah begitu, maka
lebih baik menunda sesi curhatnya.
Terakhir, yaitu
kejujuran. Nah, menjadi pendengar yang baik itu tidak lantas membuat kita
membohongi diri kita sendiri ya. Banyak contoh kasus, yang membuktikan
kebanyaknan pendegar curhatan, akan menjadi orang yang sama sekali berbeda.
Dari yang awalnya keras kepala, menjadi seorang yang lemah lembut. Dari yang awalnya
selalu serius, memaksakan agar terksan humoris.
Satu hal yang
perlu menjadi catatan, menjadi pendengar yang baik itu jangan sampai kehilangan
identitas. Kita tidak akan pernah bisa menjadi pendengar yang baik, apabila
kita sendiri sudah tidak jujur dengan diri kita pribadi. Terus bagaimana bisa
disebut baik, kalau kita sudah membohongi diri kita sendiri? Karena secara
tidak langsung, kita akan membohongi orang yang sedang curhat kepada kita.
Intinya,
jadilah dirimu apa adanya untuk menjadi pendengar curahatan yang baik. Sebab,
orang akan lebih merasa nyaman, jika kita memang melakukan hal tersebut dengan
hati yang tulus. Oke, ini bukan siraman qalbu ya, sama sekali bukan. Sepertinya
sampai di sini dulu pengalaman yang bisa saya ceritakan, untuk lebih jelasnya
tinggal dipraktikkan sendiri ya sobat.
Jadi, jangan
langsung menganggap orang yang irit ngomong itu gak peka ya. Justru dari
iritnya dia ngomong, menandakan kalau kepekaannya berlapis-lapis. Soalnya dia
sudah melalui bermacam cobaan dari mendengarkan curhatan selama ini. Karena
siapa yang tahu, kalau orang tersebut malah menganggap sebuah kediaman adalah
kenikmatan.
Arkian, sampai
di sini dulu penyampaian dari orang yang gak bijak ini. Sedikit informasi,
tulisan ini pun hasil sebuah pengalaman mendengarkan teman, yang sedang
menjalin hubungan pacaran. Kisah tersebut, juga berangkat dari pengalaman
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.
*Pengagum
perempuan yang tidak sadar kalau perempuan tersebut juga punya rasa kagum
padanya~