Memilih Jantungmu Sebagai Makam dan Puisi Lainnya
Sunday, May 3, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: cuadernoderetazos.wordpress.com |
Penulis: Daffa Randai
PENDAKIAN KE KUNLUN, 2
: Hou Yi
& Chang Er
harusnya kau cekal hasratku berburu
biar tanpa satai kijang, kelinci, dan puyuh,
ubi bisa direbus buat menipu perut.
kuwaspadai kau dari yang jahat,
seperti peng meng yang diam-diam berhasrat
merebut ramuan hsi wang mu di malam pekat.
api nyala di latar, kubimbing kau dalam pelukan.
“lihat, langit perlahan melahirkan bintang-bintang,
di detik ketujuh, terberkatilah kepulangan kita.”
2019
XIAO, AKU ADA DALAM
SEMBUHMU
: Yang Feng & Xiao Hui
sejak pagi bertunas, telah kutunggalkan
keinginan yang suci pada kau seorang
pada nama yang sejak sehujan lalu
kutemui di laman kedai zhengzhou.
yang tampak jelas di mata, xiao, kau tahu
ialah serbuk bayang-bayang yang dipersekutukan waktu
menjelma rindu, rindu yatim yang tersesat di ujung
jalan pencarian menujumu, menuju letak nun jauh
di dasar rahasia, segala mauku bersarang dan berlindung.
sebelum kau lantun, angin yang kerap luput disentuh
mengalir tanpa denah, mengisahkan jalan sejarah
atas kegetiran di tubuh yang kau erami tanpa keluh
lantas kumenduka lagi meratap: “tabah kau dalam sakit
tangguh kau dalam baring, xiao. aku ada dalam sembuhmu.”
air mata menggurun, tersesat dan selesai sebelum jatuh
di pipiku, di cemasku, duka lebih dulu mengguyur:
menguyupkan rencana kudus untuk menjadikan kau
ujung atas pengembaraan cinta dalam hidup.
2019
MEMILIH JANTUNGMU
SEBAGAI MAKAM
: Meyzhian
kau berjalan ke utara dikawal dua singa
menuju pentas yang urung digelar sebab cuaca
mendansakan udara, membikin naga di atas istana
merasa tersindir oleh dewa yang dengan sayap sucinya
hinggap berulang di punggung waktu tanpa suara.
jejakmu disambut wangi dupa
disilakan rebah di pucuk ranjang
sejenak di dalam pejam, kau akan
dimandi-kembangkan bayanganmu sendiri
yang gelap dan penuh bercak kesedihan
sejak pangeran dalam kitab tidurmu
gugur dalam pertarungan.
di tengah kepul dupa, adakah kau tangkap wajah
serupa dewa sedang menabur senyuman
di atas ranjang pembaringanmu, meyzhian?
atau kau endus bau seanyir darah, persis mengucur
dari pedang lawan tarung pangeran pujaan
yang selepas gugur memilih jantungmu
sebagai makam?
2019
TIDUR, 2
sejenak, aku hendak melupakan
apa yang selalu kuingat sebagai petaka:
mencintai kau semata untuk mencecap
luka yang lebih perih, lebih parah
dari luka sebelumnya.
dengan tidur, ingatan sejenak sanggup
kututup untuk jeda yang lebih lama.
kau jadi tak mudah mengutuk aku
sebagai apapun yang tak kau inginkan.
jarak jelas memanjang, membelah dunia:
kau sebagai nyata, dan aku sebagai mimpi.
di dalam tidur, aku leluasa mengingat kau
sebagai masa lalu yang tak pernah selesai.
2019
SEANDAINYA
seandainya hanya dengan pelukan
kita bisa membahasakan segalanya
masihkah perlu kita rawat perdebatan
tentang siapa yang paling berdarah
ketika harus menanggung rindu
tanpa mengutuk perjumpaan?
seandainya kau sanggup mengerti
hanya di jantungmu aku akan berangkat
dan pulang untuk waktu yang lebih kekal
masihkah perlu kita rawat perdebatan
tentang benarkah kau ada
dari rusuk kiriku yang hilang
atau ada sekadar untuk dilupakan?
2019
KITA TAK LAGI MENGENAL
BAHASA
kita tak lagi mengenal bahasa
perbincangan paling bising
yang kita kenal hanya ketika
mata kita sempurna saling mengejar
saling mendakwa dan bertanya:
“adakah ujung dari
penyesalan
sebab pernah saling melepas
tanpa berhasil saling melupakan?”
2019
![]() |
Lahir di Srimulyo, Madang Suku II, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan pada 22 November 1996. Alumnus mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta, konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Presiden komunitas Pura-Pura Penyair. Buku tunggal perdana: Rumah Kecil di Kepalamu (Purata Publishing, 2018). Beberapa puisinya terbit di buku antologi bersama, media cetak dan online. E-mail: randaidaffa22@gmail.com, Instagram: @randaidaffa96, |