Harimau Perang dan Puisi Lainnya
![]() |
Sumber Foto: galeribeladiri.wordpress.com |
Penulis: Sarastia Senka*
Maha Guru Kupu-kupu Hitam
Dikabarkan tanpa jati diri
Berhembus informasi terhadap
personalitas
Selaksa orang datang berguru
Hanya berakhir dengan kesia-siaan
Angin datang dari gunung dan gurun
Bagai gelombang cahaya nan
berkilauan
Berdarma memayungi kitab pendekar
Tanpa perlu bersusah-susah
berkelakar
Tiada arti hidup lama
Jika seluruh hidup dihabiskan dengan
lancut
Tiada guna tinggi ilmu
Jika tidak menyongsong sebuah
batasan
Menuding langit di bawah matahari
Menjunjung tinggi sebuah pertemuan
Bertempur sampai talenta akhir zaman
Demi pusaka yang tidak pernah tergenapkan
Fitnah selalu ditampung
Cibiran senantiasa direnung
Laksana mendayung dan terapung-apung
Seperti orang mabuk yang disiram ling-lung
Naga Hitam
Hidup hanya sebagai pikiran
Berselimut dengan rasa penasaran
Barang siapa tak punya penalaran
Terjerembab ia dalam lumpur
kehidupan
Segala tipuan hanya hiburan
Tidak lebih dari sebuah candaan
Dari skenario kiri dan kanan
Yang menyusup dalam sebuah angan
Terhina hanyalah sementara
Keabadian menihilkan yang fana
Dalam seribu cerita terdapat janji
Yang hilang karena pergi
Atau memang harus diakhiri
Tanpa sebab datang menjemput
Namun rumput telah bersahut
Memilih ingkar pada maut
Aku hilang mendengar bisikan semut
Harimau Perang
Musuh lama yang dicari agar bersua
Seorang jagal selalu punya cerita
Petualang bukanlah pengembara
Kausa dan kuasa sama silaunya
Rambut panjang menyoreng pedang
Melengkung indah berangkap di balik
punggung
Lincah lidah gesit mata
Cakap telinga sigap berwarna
Hidup dalam sebuah bayangan
Pengajaran terhadap sebuah kehidupan
Tiada arti sebuah petualangan
Tanpa korban yang bergelimpangan
Diikuti selalu mendingin
Dikejar selalu mengalir
Nasib tak memilih untuk menghindar
Hanya datang karena ingin
Golok Karat
Teman sejawat yang selalu lekat
Tanpa sempat memilih untuk diingat
Lebah biasa hanya menyengat
Golok Karat akhirnya minggat
Menyeberang di antara
dua gunung
Berjalan di atas sungai yang
bergelung
Bertemu peziarah yang sedang
termenung
Terdapat perempuan yang sedang
mengandung
Ludah Api tak disadari
Seperti mimpi yang datang kembali
Pakaian lusuh menagih janji
Tanpa pernah lupa menguji diri
Dengan jujur menimba ilmu
Menempel dahi pada fondasi
Jika guru tak menghendaki
Bahwa mati hanyalah setipis mimpi
*Berimajinasi lewat puisi dan bermimpi yang tidak pernah pasti~