Takdir Gelap Kaum Intelijen
Sunday, April 19, 2020
Edit
Penulis:
Saraswati Kumala
Data Film
Judul : Joker Game
Sutradara : Yu Irie
Aktor/Aktris : Kazuya Kamenashi, Kyoko Fukada, Yusuke Iseya,
Keisuke Koide, Jasper Bagg, dll
Durasi : 108 menit
Produksi : Toho studio
Menonton film
bertema intelijen, selau menarik perhatian saya. Selain karena saya merasa
terbawa oleh alurnya, film bertema intelijen selalu menawarkan hal-hal segar
yang masih jarang sekali diketahui banyak orang. Kesukaan saya menonton film
bertema ini, mulanya dipantik oleh salah seorang teman dekat, yang kebetulan
sama-sama menggemari film bertema intelijen. Mulai dari sana, saya seperti
kecanduan dan terus mencari film bertema ini yang sekiranya menarik untuk saya
tonton
Oh ya, ketika
berbicara soal film bertema intelijen, bisa dibilang kalau saya menggemari
semua genrenya. Mulai dari yang bergenre komedi, sci-fi, action, misteri dan
genre-genre lainnya. Dengan kata lain, asalkan itu film mengandung unsur
intelijen di dalamnya, akan tetap saya tonton. Meskipun ada atau banyak yang
menyebut serta menilai filmnya jelek, saya akan lebih memilih memastikan
sendiri. Ketimbang harus pasrah menerima penilaian yang tidak terlepas dari
subjektifitas si penilainya tadi.
Sama halnya
dengan tulisan bagi saya, bagus-tidaknya sebuah film, hari ini sudah selaras
dengan selera para penonton. Yang oleh sebab itu, tidak lantas bisa kita
langsung menghakimi sebuah film kurang berkualitas, lantaran karena tidak
sesuai dengan selera pribadi. Sama pula dengan tulisan, saya pribadi tipikal
orang yang tidak menilai sebuah film dari bagus-jeleknya. Akan tetapi, lebih
kepada apa yang ingin disampaikan oleh film tersebut. Berangkat dari hal itu,
saya selanjutnya berusaha untuk tidak mudah menjadi orang yang serampangan
dalam menilai.
Tulisan ini
akan mengulas film yang baru saya tonton belakangan ini. Sebelumnya, saya tidak
tahu menahu soal film ini. Jika tidak karena Corona, kemungkinan besar saya
belum akan mengetahui dan menonton film ini dalam jangka waktu dekat.Oke kita
langsung saja membahas filmnya.
Film yang akan
saya ulas di sini, sebenarnya mengisahkan soal intelijen Jepang pada perang
dunia kedua. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, sebelumnya saya sudah
pernah mencari tahu soal film intelijen Jepang di internet. Akan tetapi
hasilnya nihil, dan saya tidak pernah tahu film yang mengisahkan intelijen negeri
Sakura ini. Beruntungnya, salah seorang teman saya, mengumpulkan berbagai film
untuk mengisi waktu luang selama masa-masa di rumah aja ini. Salah satunya
film yang akan saya bahas ini.
Judul film ini
adalah Joker Game. Film ini pertama kali tayang di Indonesia lima tahun
yang lalu, tepatnya pada tahun 2015. Film ini adalah film intelijen yang sama
sekali berbeda dengan film-film intelijen lainnya yang sudah pernah saya
tonton. Karena, ia bukan murni hasil imajinasi si pembuatnya, pun juga bukan
diangkat dari kisah nyata. Akan tetapi, film ini diangkat dan mengadopsi jalan
cerita dari sebuah novel dengan judul yang sama.
Dikisahkan di
awal film, seorang tentara yang melawan atasannya untuk melindungi temannya
yang sedang sakit. Di tengah hujan deras dan kilatan petir, Ia dan kawannya
tadi, serta tentara lainnya, dipaksa terus latihan. Agar apa? Agar bisa menjadi
prsayarat supaya kerajaan kekaisaran Jepang bisa menang dalam perang! Sampai di
sini, kita langsung mengetahui, bahwa ada prasyarat yang harus dibayar untuk
memenangkan perang. Dan begitu menyedihkannya, bahwa perang sama sekali tidak
peduli dengan nyawa seorang manusia.
Oke, saya tidak
berniat melow dan sendu. Maksud saya begini, film ini mungkin akan dianggap wah
oleh orang Jepang sendiri. Karena kedisiplinan dan kepatuhan, adalah hal yang
mutlak di sana. Apalagi jika sudah masuk wilayah kemiliterannya. Tentu harga
mati untuk patuh pada atasan. Nah, film ini menyajikan hal yang tidak biasa
bagi mereka (orang-orang Jepang). Karena ada seorang anggota tentara yang
berpangkat rendah, berani melawan kapten tim, hanya untuk membela temannya yang
sedang sakit.
Maka dari itu,
menjadi wajar bagi saya kalau film ini, sejak awalnya saja sudah dianggap wah
oleh orang Jepang sendiri. Namun, jika kita melihat konteks di Indonesia,
melawan atasan adalah hal yang biasa saja bagi kemiliteran kita. Jika tidak
percaya, silahkan cari sendiri tulisan-tulisannnya di Tirto yang banyak
mengulas soal itu. Yup, balik lagi ke film ini. Sebenarnya bukan soal wah
tidaknya anggapan film ini bagi saya. Tapi saya juga ikut senang dengan ide
film ini, yang mengedepankan hubungan pertemanan ketimbang kepatuhan yang tidak
masuk akal itu.
Setelah aksi
yang dianggap pembangkangan itu, tentara tadi dijatuhi hukuman mati, karena
diganjar pasal berat yang melarang membantah atasan. Tibalah pada hari eksekusi
itu, nasib mujur dan baik memang bumbu yang wajar bukan bagi sebuah film? Nah,
tentara ini masih bernasib mujur. Dikisahkan kalau akhirnya ia direkrut menjadi
‘mata-mata’. Dan secara tidak langsung, karir militernya berakhir pada saat itu
juga.
Entah benar
tidaknya, mata-mata di Jepang sama sekali tidak pernah merekrut orang militer
di dalamnya. Karena diceritakan dalam film ini, semua mata-mata yang ada adalah
orang sipil. Dan tentara tadi adalah pengecualian. Ia satu-satunya orang yang
berlatar belakang militer. Lambat laun, perbedaan latar belakang itu menjadi
bahan olok-olokan bagi yang lain. Diperlakukan dengan tidak biasa, membuat
tentara ini seperti tambah semangat untuk melampui rekan sependidikannya. Terbukti
hasil yang ia capai bisa dibilang di
atas rata-rata.
Film ini memang
menyajikan konflik antara kalangan militer dan kaum intelijen. Yang menjadi ide
besar dalam film ini, dan hal menariknya, bagi saya ialah kritik kepada militer
itu sendiri. Orang yang merekrut tentara tadi, adalah bagian dari militer. Tetapi
ia juga sekaligus yang mempelopori adanya divisi intelijen pada waktu itu. Pada
akhirnya, unsur dualitas menjadi sangat ditonjolkan dalam film ini. Bahkan,
pada sampai akhir film masih akan kita temui hal tersebut.
Takdir gelap
yang saya maksud pada judul tulisan ini, adalah tentang kehidupan intelijen itu
sendiri. Ya, mereka yang menolak pada kepatuhan mutlak, pada akhirnya tetap
saja harus patuh kepada aturan. Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu saya
sampaikan kalau film ini sangat unik. Keunikannya terletak pada larangan bagi
intelijen Jepang untuk membunuh, terbunuh, dan bunuh diri. Yang kalau ingin
kita bandingkan dengan intelijen di Indoensia atau intelijen pada umumnya,
tentu sangat berkebalikan bukan?
Oleh karena
itu, film ini tetap saja membawa hal baru yang segar yang sayang sekali jika
kita lewatkan. Akhir kata, saya sarankan untuk menonton film ini, dan jangan
lupa tertawa dan berbagialah setelah menontonya. Karena apa lagi selain tertawa
yang bisa kita lakukan, ketika menghadapai yang namanya takdir gelap. Ya, tentu
saja gelap seperti kelanjutan hubunganmu dengannya~