Hari Kartini dan Puisi Lainnya
Tuesday, April 21, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: dokterblogging.blogspot.com |
Penulis: Yuli
Arniri
Hari Kartini
Telah datang hari yang dinanti.
Sepi, sunyi dan diiringi sebuah
keheningan.
Banjirnya ucapan selamat,
Tak dapat menyerap segala hutang
yang belum terbayar.
Riuhnya ekspresi semangat,
Masih kalah jauh ketimbang sebuah
luka.
Hari kelahiran ditandai dengan
ucapan.
Hari kematian hanya menjadi sebuah
kenangan.
Di pojok ruangan ini,
Di atas kasur yang meninabobokan ini,
Aku merenungi.
Tentang cinta dan pengorbanan.
Tentang kasih sayang dan pengharapan.
Tentang luka yang sengaja dipendam.
Juga tentang mulut yang sengaja
dibungkam.
Oh Kartiniku.
Masih jauhkah jarak kita untuk
bertemu?
Masih jauhkah angan kita untuk
bersatu?
Dan masih jauhkah cahaya biru yang
berada di balik air matamu?
Oh Kartiniku
Aku merana merenungi aliran air mata.
Aku terhenyak dan tersentak ditikam
oleh buah durian.
Aku menjadi manis tatkala kita
saling menjamu.
Aku menjadi hambar ketika, asap
rokokku bukan Dji Sam Soe~
Yogyakarta 21 April 2020
Perempuan Pahlawan
Pahlawan.
Kata indah yang transparan.
Yang beterbangan bersama para awan.
Yang selanjutnya mengguyurkan air
hujan.
Dikenang laksana dewa.
Dipuja bagaikan Raja.
Dicinta tapi bukan kekasih.
Dirindu tapi bukan saudara.
Perempuan,
Pahlawan.
Kata elok yang sulit diterka.
Kata megah yang punya banyak rupa.
Beratus-ratus minggu yang lalu,
Engkau lahir bersama cahaya.
Engkau hadir membawa problema.
Tumbuh besarmu akhirnya banyak
menggoda.
Yang tak urung jua, menepiskan arus
tawa dan luka.
Tubuhmu tergores bermacam-macam
beling.
Dicacah kecil-kecil seperti daging
giling.
Kepalamu yang menyimpan banyak tanya.
Dibuatkan rumah selayaknya sebuah
penjara.
Anganmu yang setinggi surga.
Dilebur ke dalam janji yang berjubah
niscaya.
Perempuan,
Pahlawan.
Semilir angin biru laut.
Bagai ombak yang menanti sebuah
karang.
Karang yang bukan hanya karang.
Tapi karang di pulau nan jauh di
seberang.
Yogyakarta 21 April 2020
Pena Pahlawan
Benda yang mengucurkan cairan hitam.
Membawa bersama noda-noda kelam.
Melekatkan guratan kabut.
Meniup semilir gulita.
Menghembuskan rona-rona air zam-zam.
Yang meresap dalam kertas muram.
Pena pahlawan.
Menyimpan embun waktu yang diperas
layaknya keringat.
Menadah tinta juga cerita.
Dan mengandung gelembung cedera.
Alat runcing bermata dua.
Dengan simbol warna angan-angan.
Berbaju dan bertelinga.
Punya mata yang merekam gerak
sejarah.
Hadir karena adanya seekor gurita.
Mengisi ruang kosong di tengah
samudera.
Bermain-main dengan waktu.
Setajam pedang yang mengincar kepala
para Raja.
Sekokoh batu yang membentur
kupu-kupu.
Seringan air yang menghujam kelopak
mata.
Dan setipis cahaya yang bersaing dengan para Bidadari.
Yogyakarta 21 April 2020
Surat Pahlawan
Berbetuk persegi panjang.
Terdiri dari banyak baris gelombang.
Setebal batu ulekan.
Seindah terumbu karang.
Dibaca oleh para Biksu.
Ditinjau oleh para Pendeta.
Diramu para Brahmana.
Dihantarkan oleh para Ksatria.
Dipanaskan oleh api.
Ditempa oleh benci.
Dipendam seperti harta.
Dipecahkan layaknya kaca.
Yogyakarta 21 April 2020