Yogyakarta yang sedang (tidak) Nyaman
Friday, March 27, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: gapuranews.com |
Penulis: Mira
Dulsa*
Yogyakarta,
yang akrab dengan sebutan pusat budaya dan pendidikan, setiap tahunnya menjadi
daerah tujuan bagi kebanyakan orang. Daerah yang terbagi menjadi lima wilayah
ini, menyimpan keunikan masing-masing. Mulai dari kampus yang terbilang
banyaknya, kuliner yang beraneka ragam, sampai tumbuh suburnya
komunitas-komunitas kecil. Ya, begitulah Yogyakarta dengan segala keindahan
yang dimilikinya.
Namun, dalam
beberapa waktu terakhir ini, semboyan Yogyakarta berhati nyaman, tampaknya berubah
menjadi Yogyakarta sedang (tidak) nyaman. Pasalnya, semenjak adanya wabah
Covid-19 yang menyerang Indonesia, Yogyakarta pun tak terkecuali turut terkena
dampaknya. Akhir-akhir ini, banyak sekali perubahan terjadi pada kehidupan yang
ada di Yogyakarta. Hingar-bingar keramaian yang mulai hilang di setiap
sudutnya, secara tidak langsung mengubah wajah Yogyakarta yang selama ini kita
kenal.
Tidak berhenti
sampai di situ saja, segala aktivitas rutinan yang ada di Yogyakarta, mau tidak
mau ikut ditunda untuk sementara waktu. Dengan adanya wabah yang belum tahu
kapan berakhirnya ini, kehidupan perkuliahan sampai ke pedagang angkringan,
adalah korban nyata yang ada di Yogyakarta. Para korban yang ada di Yogyakarta,
memang terkesan bingung dalam menyikapi wabah Covid-19. Tapi uniknya, dalam
kondisi yang sedang (tidak) nyaman ini, saya masih menemukan secercah harapan
dan keteguhan yang terpancar dari korban efek Covid-19.
Kejadian ini,
terjadi pada hari Minggu yang lalu. Ketika saya berkunjung ke salah satu pasar
yang ada di Yogyakarta. Tepatnya di dekat stasiun Lempuyangan. Pasar ini,
biasanya selalu ramai, dan yang berjualan kadang sampai ke jalan yang ada di
depan pasar. Akan tetapi, hari itu saya tidak melihat aktivitas yang biasa saya
temukan ketika berkunjung ke pasar ini. Para pedagang tidak semuanya yang
menggelar lapak. Dan terlihat banyak sekali lapaknya ditutup.
Yang membuat
kondisi ini menjadi sama sekali berbeda dari biasanya, pengunjung dan pembeli
yang datang pada hari itu sedikit sekali. Hal ini yang kemudian sebenarnya membuat
para pedagang tidak bisa menutupi kekecewaannya. Bagaimana tidak, sumber
penghasilan mereka ya hanya dari dagang itu semata. Jika pembeli yang datang
hanya sedikit—karena mengantisipasi penyebaran virus Covid-19—secara tidak
langsung juga berimbas kepada penghasilan para pedagang ini.
Dengan kondisi
demikian, siapa yang bisa disalahkan? Tentu saja tidak ada, dan tidak mungkin
untuk menyalahkan siapa-siapa. Oleh karena itu, para pedagang tadi hanya bisa
menghibur diri masing-masing dan para pedagang yang ada pada hari itu. Mereka,
yang saya lihat, setidaknya masih mampu tersenyum ketika saya tiba di lokasi.
Tidak hanya itu, beberapa pedagang sayur, bahkan terlihat memainkan sayurnya
dengan cara di lempar seperti bermain kasti.
Saya yang
melihat kejadian itu, memang tidak bisa mengabadikan momen tersebut ke dalam
sebuah foto. Tapi beruntungnya saya, karena kejadian ini adalah hal langka.
Yang mungkin di kemudian hari akan sulit untuk menemukannya. Sembari masih
mencari bahan yang akan saya beli, saya tersenyum sumringah melihat tingkah
para pedagang sayur tadi. Dalam hati saya berucap dan berdoa; semoga rejeki
para pedagang ini selalu dimudahkan selanjutnya. Sebagaimana doa dan ucapan
saya biasnya, ketika meilhat pedagang yang jualannya sepi.
Cerita ini tidak
berhenti sampai di situ saja. Hal selanjutnya yang akan saya ceritakan, turut
membuat saya resah dengan kondisi Yogyakarta yang sedang (tidak) nyaman seperti
sekarang. Seperti yang diketahui oleh orang kebanyakan, Yogyakarta menyimpan
sejuta kenangan dan kerinduan. Baik bagi yang pernah tinggal lama atau yang
hanya sekedar berkunjung.
Daya pikat
Yogyakarta, tidak bisa ditampik memanglah sangat kuat. Hal ini terbukti dengan
banyaknya mahasiswa yang betah berlama-lama di Yogyakrta, sampai dengan yang mencari
jodoh di Yogyakarta. Ketika ditanya kenapa betah, pasti kebanyakan akan
menjawab bahwa Yogyakarta begitu nyaman, bahkan terkadang melebihi kenyamanan
ketika sedang berada di rumah asal. Tidak bisa dipungkiri, itu sudah menjadi
rahasia umum dan lumrah di kalangan mahasiswa dan perantau yang ada di
Yogyakarta.
Namun,
lagi-lagi perasaan nyaman di Yogyakarta juga ikut terganggu dengan adanya
Covid-19. Berbondong-bondong mahasiswa yang kuliah di Yogyakarta, lebih memilih
pulang ke kampung halaman, ketimbang
memilih tetap di Yogyakarta akhir-akhir ini. Alasannya ya tentu saja untuk
mengantisipasi penyebaran Covid-19. Kebanyakan mahasiswa ini merasa, bahwa
mereka akan lebih aman di rumah ketimbang di Yogyakarta. Walaupun hasilnya juga
sebenarnya bisa jadi fifty-fifty.
Pada nyatanya, apa
yang menjadi pilihan kebanyakan mahasiswa dan perantau di Yogyakarta tadi,
berbanding lurus dengan kondisi yang ada. Ketika semua kampus di Yogyakarta
sudah memberlakukan kuliah online, tentu tidak menjadi sebuah alasan kalau pulang
menjadi solusi yang tepat. Belum lagi mengingat, kerja sambilan yang biasanya
dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa yang ada, juga turut serta mengalami
pemberhentian. Maka, pulang ke kampung halaman tidak menjadi soal saya kira.
Fenomena ini
juga terbilang langka, yang belum tentu akan ditemui kecuali ketika momen mudik
hari raya lebaran. Karena sepengalaman saya, sepinya Yogyakarta baru bisa
dirasakan ketika menjelang momen lebaran. Selebihnya, jantung kehidupan
Yogyakarta memang tak akan pernah sepi. Pada akhirnya, Covid-19 juga membuat
Yogyakarta menjadi tidak nyaman sekaligus aman.
Hikmah yang
bisa diambil dari sepinya dan ketidaknyamanan yang berlangsung ini, adalah
momen untuk memperbaiki yang sekiranya bisa diperbaiki. Dengan adanya wabah
Covid-19, walaupun membuat Yogyakarta menjadi kurang nyaman, saya kira juga ada
sisi positifnya. Dengan adanya himbauan dari Sultan Hamengkubuwono X tentang
bersih-bersih Yogyakarta, bisa diartikan kalau kita yang tinggal di Yogyakarta
memang harus bersih-bersih diri.
Bersih-bersih
diri yang dimaksud di sini, bukan hanya sekadar mengantisipasi penyebaran
Covid-19. Lebih jauhnya lagi, saya kira, dengan adanya himbauan dari Sultan
ini, menjadi pengingat bagi kita semua yang akan kembali lagi ke Yogyakarta.
Agar, setelah istirahat dan selama berada di rumah, bisa kembali menata hati
dan meluruskan niat ketika kembali ke Yogyakarta. Tidak hanya itu, ketika
sedang di rumah, menjadi momen yang tepat untuk kita beristirahat, dan
menyimpulkan bahwa Yogyakarta setidaknya juga butuh istirahat dari keramaian
yang ada selama ini.
*Pekerja di
konter kecil yang bercita-cita menguasai banyak bahasa. Sekarang sedang asyik
menonton film, biar nyambung pas diajak ngobrol.