Wisata sebagai Alat Penguat Ekonomi
Saturday, March 28, 2020
Edit
Penulis: Raka Persada*
Yogyakarta, yang terkenal
dengan objek wisatanya, memang selalu mengundang minat para wisatawan. Baik wisatawan lokal maupun
mancanegara, yang datang untuk mengunjunginya. Terhitung, berdasarkan hasil
sensus Badan Pusat Statistik (BPS), data kunjungan wisatawan ke Jogja per 2016 lalu, tercatat ada sekitar 5,5 juta. Dengan kunjungan rata-rata sekitar 100.000 wisatawan. (Harian Jogja, 7/2/18).
Hal tersebut, ternyata belum berbanding lurus dengan peningkatan perekonomian masyarakat yang berada di sekitar tempat
wisata. Dari lima kecamatan yang terendah PDRB-nya, kecamatan Kraton dan
Kotagede lah yang paling memprihatinkan. Padahal, jika dilihat, dua kecamatan ini termasuk yang paling banyak
objek wisatanya.
Banyak faktor kendala yang mempengaruhi hal tersebut. Di antaranya, pertama,
infrastruktur jalan yang sempit dan tidak tersedianya lahan parkir yang memadai.
Akibatnya jarang sekali bus pariwisata dengan kapasitas besar yang dapat
mengakses beberapa tempat wisata, khususnya di daerah Kraton dan Kotagede.
Selain itu lahan parkir yang tidak memadai juga menjadi kendala untuk menarik
minat pengunjung.
Kedua, belum tumbuhnya
jiwa wirausaha masyarakat setempat. Hal ini juga menjadi kelemahan dari
masyarakat dalam melihat potensi pasar yang ada. Oleh karena itu, sektor
perdagangan dan jasa yang seharusnya menopang tempat-tempat wisata menjadi
tidak terlalu berefek pada perekonomian masyarakat setempat.
Ketiga, kurangnya
komunikasi dinas pariwisata dengan warga di sekitar tempat wisata. Hal ini yang selanjutnya menyebabkan seperti terpisahnya antara elemen
pemerintah dengan masyarakat dalam mengelola tempat wisata. Terlebih lagi,
sering terjadi beberapa kasus warga pendatang yang membuka usaha di sana lebih berhasil ketimbang warga setempat.
Padahal, sudah
seharusnya menjadi tugas pemerintah, khususnya dinas pariwisata, untuk mengorganisir warga yang ada di sekitar tempat
wisata. Agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman, dan saling rebutan lahan dengan warga pendatang.
Banyak cara yang bisa dilakukan, untuk menjadikan
tempat wisata sebagai alat penguat basis ekonomi. Di antaranya, pertama,
dimulai dengan memperluas infrastruktur jalan dan pengadaan lahan parkir yang
layak. Dengan adanya perluasan infrastruktur jalan dan pengadaan lahan parkir,
hambatan yang berupa susahnya mengakses tempat wisata akan bisa teratasi.
Terlebih lagi mengingat, sektor jasa angkutan umum bisa diadakan dan dikelola oleh masyarakat
setempat jika infrastruktur jalan sudah diperluas dan tersedianya lahan parkir.
Pemkot Yogyakarta, sudah seharusnya
ikut andil dan ambil peran dalam hal tersebut. Bukan semata untuk
menggugurkan kewajiban yang ada, tapi juga sebagai bukti kepedulian terhadap
warga yang ada di sekitar tempat wisata.
Kedua, mengadakan
pelatihan wirausaha kepada masyarakat di sekitar tempat wisata. Melalui
pelatihan tersebut masyarakat bisa kembali menghidupkan potensi kreativitas dalam berwirausaha. Dengan upaya ekonomi
kreatif, masyarakat menjadi lebih memahami peluang pasar dan siap bersaing
dengan produk interlokal. Bukan lagi menjadi rahasia umum, di tengah kemajuan zaman
seperti sekarang, kreativitas adalah hal yang fundamental dan punya pengaruh
besar. Jika lambat merespon perubahan, bisa dipastikan akan ketinggalan.
Ketiga, pengorganisiran
oleh pihak dinas pariwisata. Untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara
warga setempat dengan warga pendatang, pihak dinas pariwisata bisa melakukan
sosialisasi dan mengkomodir serta memprioritaskan warga setempat terlebih
dahulu.
Hal ini bukan malah jatuh kepada
nepotisme. Karena diakui atau tidak, yang namanya tuan rumah tentu tidak akan
selalu senang dengan yang namanya tamu atau pendatang. Selanjutnya, pemkot dan
dinas pariwisata tidak hanya fokus pada yang membuka usaha di sekitar tempat wisata. Tapi juga ke seluruh elemen
yang ada di sekitar tempat wisata tersebut.
Pengorganisiran tersebut, juga harus
rutin dikontrol agar bisa mengantispasi hal yang tidak diingkan. Karena tidak
menutup kemungkinan, jika ada warga pendatang yang ingin membuka usaha di
sekitar tempat wisata, bakal terjadi kesalahpahaman dan rebutan lahan dengan
warga setempat. Oleh karenanya, struktur komunikasi yang baik haruslah menjadi
hal nomor satu.
Tidak berhenti sampai di situ, dengan
adanya manamjemen yang optimal, bukan hal yang mustahil akan berimbas baik ke
banyak hal. Contohnya pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan para warga yang
ada. Dengan demikian, layak kiranya kalau kita menjadikan wisata sebagai alat
untuk menguatkan basic ekonomi yang sudah ada.
*Alumni sekolah yang masih seumur
jagung. Yang kalau setiap upacara di musim hujan, sepatu bertambah tebal 5 cm.
Bercita-cita menjadi kepala sekolah Suzuran!!!