Mewujudkan Masyarakat Berbudaya dalam Berkendara
Sunday, March 29, 2020
Edit
Penulis: Fayed Al-Farizi*
Yogyakarta, kembali berduka. Kejadian yang menimpa dua siswi SMP pada Sabtu
(3/3/2018) kemarin, merenggut korban jiwa. Sungguh memprihatinkan sekali.
Kecelakaan naas yang di luar praduga tersebut, akhirnya bisa menjadi pelajaran
bagi kita semua. Bahwa maut, bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, prinsip
kewaspadaan serta kehati-hatian dalam berkendara harus tetap kita pegang,
kapanpun dan di manapun juga. Tidak peduli sedang sendiri, atau sedang bersama
orang lain. Karena maut, lagi-lagi tidak pandang kondisi.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),
angka kematian karena kecelakaan, sekitar 1,5 orang setiap harinya. Dari banyaknya kecelakaan yang terjadi pada tahun 2017, korban kecelakaan
dari kalangan pelajar, menempati angka
tertinggi nomor dua. Tingginya angka kecelakaan yang terjadi tiap tahunnya,
mengindikasikan hal tersebut masih menjadi perkerjaan rumah
bersama yang belum selesai.
Makin hari, jumlah pelajar yang membawa motor kian bertambah. Hal tersebut, secara tidak lanngsung, punya dampak yang besar terhadap kecelakaan lalu
lintas dewasa ini. Sering kali, para pelajar yang secara emosional belum siap berhadapan dengan
kondisi jalan raya, nekat melanggar rambu lalu lintas. Entah karena dorongan euforia
pergaulannya, atau untuk mencari identitas dan berkespresi ketika berada di
atas kendaraan, yang jelas hal ini tidak bisa dianggap sepele.
Pasalnya, jika hal
tersebut terus dibiarkan, akan semakin memperkeruh suasana serta presentase kecelakaan
akan semakin meningkat. Tidak hanya itu, tindakan ugal-ugalan di jalan, tidak jarang malah
merugikan orang lain. Ketimbang, si pengandara yang ugal-ugalan tadi.
Kecelakaan yang menimpa para pelajar, setahu saya, biasanya
disebabkan oleh beberapa factor. Di antaranya, pertama, yaitu karena orang tua. Persoalan semacam ini terjadi, salah satu sebabnya karena orang tua tidak mengindahkan himbauan pihak sekolah. Orang
tua, kerap kali lalai dan membiarkan anak-anaknya membawa motor ke
sekolah atau untuk aktivitas lain. Dengan alasan, efektifitas atau tidak punya waktu untuk mengantar dan menjemput anaknya sekolah.
Kedua, parkiran tidak resmi. Maraknya tempat-tempat penitipan motor
tidak resmi yang dibuka sekitar sekolah, juga menjadi kendala. Pihak sekolah, sering kali
kesulitan memberikan sanksi pada siswa dan orang tua karena parkir tidak berada
di dalam lingkungan sekolah. Kondisi ini diperparah karena banyak yang beralasan; “asalkan
tidak membawa motor ke sekolah”. Dan lagi, “yang penting ketika sampai di
gerbang sekolah, sudah berjalan kaki”.
Ketiga, yaitu acuh terhadap rambu lalu lintas. Sangat sering rambu lalu
lintas sengaja dilanggar oleh para pelajar, dengan alasan mengejar waktu agar
tidak terlambat ke sekolah. Ketika ada kesempatan, tidak jarang para pelajar
sampai nekat menerobos lampu merah. Diakui atau tidak, kebiasaan menerobos
lampu merah ini sering dicontohkan oleh orang dewasa. Karena ya, karena, kita tidak
punya tradisi mengantri. Adanya tradisi saling serobot. Betul tidak?
Untuk mengupayakan agar tidak terjadi lagi
kecelakan yang menimpa para pelajar, banyak hal yang bisa kita lakukan. Pertama, dimulai dengan kordinasi yang baik antara orang
tua dan pihak sekolah. Orang tua tidak boleh membiarkan anak-anaknya yang belum
cukup umur, leluasa untuk membawa kendaraan bermotor. Dan tidak menganggap
remeh keselamatan anak-anaknya, serta menyempatkan waktu untuk mengantar dan jemput sekolah.
Kedua, pihak sekolah bisa melakukan pendekatan terhadap pihak yang
dititipkan motor. Selain sebagai bentuk pemantauan, pendekatan tersebut menjadi
alternatif ketika para pelajar terkadang kebal dengan sanksi. Selain itu,
sekolah juga bisa melaksanakan pengembangan diri etika berlalu lintas dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, serta ekstrakurikuler. walaupun hal ini masih jarang
dilakukan oleh sekolah-sekolah, tapi tidak ada salahnya jika kita coba kan?
Ketiga, membangun kerja sama antara kepolisian dengan pihak
sekolah. Etika berlalu lintas yang baik, menurut hemat saya, setidaknya harus disosialisasikan pihak kepolisian di sekolah-sekolah. Upaya
sinergis tersebut, juga harus didukung oleh para orang tua. Jika sudah dicoba, tinggal
mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang ada.
Keselamatan dalam berlalu lintas, merupakan
tujuan paling utama yang ingin dimiliki semua pengguna transportasi. Tetapi
lebih luas lagi, keselamatan berlalu lintas juga harus memperhatikan
keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain. Kiranya, budaya
keselamatan atau safety culture kita, perlu ditingkatkan lagi demi keselamatan
bersama. Agar tidak ada lagi nyawa yang
hilang karena ketidakpahaman yang tidak berharga.
*Suka touring pake motor scorpio dan pecinta
aspal hitam. Salam satu aspal!