Cinta yang tak Melulu Manis dan Indah
Thursday, March 12, 2020
Edit
Penulis: Kakak Reformasi
Identitas Buku:
Judul: Cinta
Bukan Cokelat
Penulis: Saras
Dewi
Penerbit:
Kanisius
Tebal: iv+127
Cinta adalah
sebuah misteri, yang belum pasti semua orang merasakannya. Pun juga belum tentu
semua orang mengerti arti cinta. Dalam konteks dewasa ini, cinta sering kali
dikaitkan dengan perlambang yang menyejukkan serta menyenangkan. Misalnya,
bunga mawar merah dan cokelat. Dua hal ini, secara tidak langsung menjadi
simbol untuk mematerilkan cinta itu sendiri. Padahal, cinta sendiri tidak
melulu manis dan indah. Ada kalanya, ia menjadi begitu pahit dan sulit
dijelaskan. Terus, apa sebenarnya cinta itu?
Ada yang
bilang, cinta itu nafsu. Lantas, apa beda keduanya? Apakah masih pantas disebut
cinta jika ia sudah terbilang nafsu? Ataukah memang keduanya ditakdirkan untuk berpasangan?
Sehingga, kita pribadi sulit untuk membicarakan cinta karena saking rumitnya. Melalui
buku Cinta Bukan Cokelat, Saras Dewi mengajak kita sedikit lebih pandai
membicarakan soal cinta dan jejaringnya. Selain itu, buku ini juga
mengkampanyekan cinta dari perspektif filsafat. Sekaligus untuk mematahkan
stigma bahwa filsafat itu ribet dan menakutkan.
Melalui cover
bukunya saja, Saras Dewi langsung mengajak kita berpikir. Tentang kenapa para
semut yang mengerumbungi setangkai bunga mawar merah? Padahal, ada binatang
lain yang biasanya identik dengan bunga, yaitu kumbang. Mulai dari sini,
sebenarnya para pembaca sudah diajak menjawab teka-teki tentang isi bukunya. Buku
setebal 127 halaman ini, tidak salah kalau dikatakan menyimpan ledakan berisi
pengetahuan yang menyenangkan.
Karya yang
ditulis untuk senang-senang ini—pengakuan dari penulisnya—bukanlah sebuah karya
yang bisa dibilang remeh. Bagi saya, buku ini adalah buku yang tak terasa
langsung habis saat membacanya. Saras Dewi sangat piawai membedah persoalan
yang berkaitan dengan cinta sampai ke akarnya. Tidak hanya itu, ia juga
menyisipkan banyak logika sederhana yang membuat para pembaca akhirnya berpikir
ulang dan bertanya-tanya.
Sebagaimana kita
ketahui bersama, cerita Cinderella adalah salah satu perlambang soal cinta. Selain
itu, banyak cerita-cerita serupa--yang kisahnya hampir mirip dengan cerita
Cinderella ini—yang menghiasi masa kecil kita. Yang mau diakui atau tidak, selanjutnya
membentuk konstruk di otak kita soal cinta. Sampai pada akhirnya, kita
dibiasakan untuk mengamini bahwa kisah yang semacam itu, adalah kisah cinta. Padahal,
sebenarnya itu hanya sebagian kecil dari cinta itu sendiri.
Apakah Cinta
Sekedar Peran?
Suatu waktu,
semisal ada orang yang bilang cinta ke kamu, bagaimana kamu menyikapinya? Apakah
kamu langsung membalas, ataukah mengabikan ucapan tersebut? Sebagai orang yang
menerima ucapan, tentu tidak akan sederhana menyikapinya. Alih-alih
menyenangkan, ketika tak ada angin tak ada hujan, dirimu menerima ucapan
tersebut, pasti menjadi hal yang aneh bukan? Tapi tak mengapa, begitulah memang
cinta dengan segala keanehannya.
Dalam kontek
seperti itu, bisa jadi berarti kamu mendapat peran sebagai orang yang menerima
(ucapan) cinta. Dan orang yang mengucapkan, bisa diartikan sebagai sang
pemberi. Pertanyaanya, apakah cinta sebatas bermain peran? Lalu apakah cinta
hanya sekedar urusan memberi dan menerima?
Sampai di sini, ada prasyarat yang
mewajibkan sesuatu bisa disebut cinta atau tidak. Karena secara tidak langsung, cinta
adalah kisah tentang dua orang. Melalui contoh semacam ini, kita akan menemukan
korelasi antara cinta dan belahan jiwa.
Ya, kata belahan
jiwa memang tidak asing tentunya di telinga kita. Bahkan, baik di ranah
filsafat dan beberapa agama, konsep soal belahan jiwa itu tidak sederhana dan
terus berkembang. Karena pada dasarnya, “belahan jiwa” juga berarti punya
landasan cinta di dalamnya. Akan tetapi, cinta itu tak melulu menghangatkan dan
membahagiakan loh. Ada kalanya cinta itu juga membunuh dan membuat kita merasa
terbebani. Untuk hal ini, saya rasa generasi ambyar paling tahu.
Cinta itu buta.
Kadang juga tidak pakai logika. Tapi kenapa masih saja dikagumi dan seakan
menjadi kebutuhan? Menurut Saras Dewi, “Cinta itu seperti kekuatan sihir, dalam
sekejap ia bisa menggelapkan akal. Nah, bagi yang hatinya rapuh serapuh rumah
kertas, yang langsung lembek tersiram air atau hancur ketika terbakar api,
tentu menjadi wajar saja toh karena kita sama-sama pemula dalam hal cinta. Tidak
ada yang namanya senioritas dalam cinta, karena sifatnya yang realtif dan serba
subjektif itu.
Jadi nih jadi, kesimpulannya,
tidak ada yang lebih pintar dan pandai kalau sudah berbicara soal cinta. Pada akhirnya,
kita hanya bisa menjadi seperti orang bijak, yang tidak bisa mencampuri urusan
cinta seseorang.
Logika Sains
soal Cinta
Pernah gak,
kepikiran kalau hewan itu juga punya cinta? Atau para hewan itu pernah
mengalami dan merasakan yang namanya jatuh cinta? Jatuh cinta, adalah situasi
di mana kita membangun sebuah kriteria ideal secara pribadi. Jatuh cinta juga
sering dikaitkan dari segi fisik. Walaupun juga tidak jarang yang berdalih bahwa
jatuh cinta pada pandangan pertama. Terlepas dari itu semua, sains toh nyatanya
punya analisi soal cinta ini.
Pertama, orang yang
mengatakan cinta adalah nafsu, seperti yang saya tanyakan di awal tadi,
dipastikan menggunakan salah satu bagian otak yang paling jadul. Bagian ini
disebut sebagai reptilian brain. Nah, berarti primitif banget dong kalau kita
hari ini masih menganggap cinta hanya sekedar nafus?
Kedua, ada yang
bisa kita sebut sebagai cinta romantis. Kategori inilah yang membuat pengidap jatuh
cinta mengalami susah makan, susah tidur, tapi kayak orang normal yang
sebenarnya gak normal-normal banget. Namun, kategori ini juga yang selanjutnya
membuat seseorang menjadi ketergantungan.
Parahnya lagi, ketika sudah di fase ini,
seseorang akan memilih nekat bunuh diri ketika cintanya ditolak. Jadi,
hati-hati ya kalau terlalu meromantiskan cinta. Karena cinta yang kita anggap
romantis, belum tentu menjadi cinta yang abadi.
Ketiga, cinta
yang bertujuan agar hubungan kita awet. Kategori ini, memang menginginkan yang
namanya stabilitas. Akan tetapi bukan berarti monoton gitu-gitu aja ya. Maksudnya
adalah, cinta kategori ini berarti kamu sudah masuk untuk menjaga pasanganmu
karena kamu benar-benar menyayanginya. So, seperti itulah cara kerjanya cinta
yang tidak sederhana, dan pastinya serba ribet. Yang jelas, kita akan terus
menjadi pembelajar dalam hal cinta ini.
Sekian yang
bisa saya sampaikan, untuk lebih jelasnya silahkan baca buku ini dan beli
bukunya. Saya pribadi menjamin, tidak akan ada penyesakan ketika membeli dan
membaca buku ini. Selain menawarkan penjelajahan yang fantastis, kita akan
menemui beragam kisah yang jarang diobrolkan banyak orang. Oleh karenanya, mari
segera beli dan baca buku ini, dan kampanyekan tentang pentingnya arti cinta
itu sendiri ya~