War Pigs: Politisi, Perang, dan Hari Pembalasan
Friday, February 14, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: crossoverbdg.com |
War Pigs adalah lagu klasik dari
Black Sabbath yang rilis pada tahun 1970. Lagu tersebut dikenal sebagai lagu
anti-perang. Mereka bukan satu-satunya band yang merilis lagu anti-perang. Pada
era 60-70an banyak musisi yang mengkritik kejahatan perang melalui lagu-lagu.
Sebut saja Pink Floyd, Jimi Hendrix dan musisi-musisi dari kaum hippie lainnya.
Namun, bagi saya, Black Sabbath memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan
pesan tersebut.
Jika para musisi atau grup band lainnya
menggunakan lirik yang “cinta damai” dalam mengkritik perang, beda halnya
dengan Black Sabbath. Mereka cenderung pada konotasi lirik gelap dan kelam yang
kebanyakan diambil dari ritual penyembah setan. Maka tidak heran mereka
mendapat stigma band satanis.
Namun, ada hal yang harus
digarisbawahi di dalam lagu-lagu mereka, bahwa mereka juga tidak jarang
mencampurkan lirik yang gelap dengan hal-hal religius. Hal itu bisa dilihat dalam
lagu War Pigs, mereka memakai referensi dari Alkitab tentang akhir
zaman.
Meskipun sama-sama mengangkat
tema anti-perang, Black Sabbath mendapatkan kritik pada era 70an. Para kritikus
musik memusuhi band ini karena dianggap band yang membawa perang, kematian, dan
setan ke garis depan budaya populer (yang sekaligus menandai akhir dari era
hippie yang penuh bunga dan cinta damai pada masa itu). Mereka tidak bisa
disalahkan, karena populer sendiri berarti telah diakui banyak orang.
Pada masa 70an, Black Sabbath
muncul dengan genre baru yang sekarang dikenal dengan nama Heavy Metal. Genre
tersebut di dalam buku Heavy Metal: A
Cultural Sociologi disebutkan dengan genre yang menggunakan lirik
menyeramkan, agresif, dan menampilkan maskulinitas.
Black Sabbath sendiri dianggap sebagai
Godfather dari genre tersebut. Jika berbicara tentang kualitas
bermusik, lagu War Pigs dinobatkan sebagai lagu Heavy Metal terbaik
dalam penilaian solo gitar versi Guitar
World (majalah musik khusus gitaris di Amerika).
Salah satu lagu yang menunjang
kepopuleran Black Sabbath adalah lagu War Pigs. Metafora dalam liriknya yang
dianggap aneh, menjadikan band ini punya ciri khas tersendiri dalam menyampaikan
pesan. Mereka mengambil tema “anti-perang” bukan tanpa sebab dan bukan juga
karena ikut-ikutan band hippie.
Hal tersebut dapat dilihat di
dalam buku Iron Man: My Journey Through
Heaven and Hell with Black Sabbath yang ditulis oleh Tony Iommi selaku
gitaris dari band ini sendiri. Ia menyebutkan bahwa mereka mendapatkan ide
dalam penciptaan lagu tersebut dari kisah-kisah perang yang mereka dengar,
ketika mereka manggung di Pangkalan Udara Amerika. Kemudian mereka mulai
menulis lagu itu ketika mereka berada di salah satu tempat yang sepi di Zurich,
Swiss.
Bedah Lirik War
Pigs
Verse 1 /
Menceritakan para pemimpin atau politisi
dan jenderal yang merancang serta memulai perang. Dapat dilihat pada lirik, “Generals gathered in their masses, just like witches at black masses.” Kata ‘witches’ atau penyihir, erat kaitannya
dengan setan yang memberikan makna bahwa sebagian besar perang dibangun oleh
pikiran jahat. Tidak ada alasan yang cukup konkret pada hal ini, tapi memakai pendekatan
pada kata setan sebagai definisi sederhana dari kejahatan perang akan sangat
mudah dipahami.
Verse 2 /
Membahas para politisi yang memulai perang dengan pengambaran para prajurit
dan rakyat miskin yang akan menjadi korban. Setelah para politisi sukses menjadi
dalang perang, maka mereka akan berlindung di dalam gedung super aman, dan
mereka akan memberikan sebuah peran di medan perang kepada orang miskin
termasuk para prajurit.
Para politisi akan menanamkan hasrat untuk membela negara demi kepentingan
mereka saja, yang sejatinya hanya kepentingan politik belaka. Hal ini merujuk
pada bagian pertama, bagaimana perang muncul dari pikiran jahat.
Verse 3 /
Penggambaran bagaimana para politisi memperlakukan prajurit perang. Pada lirik,
“Treating
people just like pawns in chess. Wait 'till
their judgement day comes.” Black Sabbath
memberikan perumpamaan para prajurit sebagai pion yang mana akan diperlakukan seperti
permainan catur.
Mereka akan dikorbankan demi sebuah kepentingan. Sederhananya seperti ini;
para prajurit sama tidak berharganya seperti pion, sedang para politisi
merancang strategi kemenangan dalam bermain catur, dan ia duduk nyaman di
kursinya dengan memikirkan kemenangan yang jauh lebih menguntungkan dibanding
nyawa para pion.
Verse 4 /
Ini adalah bagian terakhir dari lagu ini, dan seperti yang saya katakan di awal,
bahwa mereka gemar mengambil refensi dari Alkitab. Pada bagian ini mereka
menggambarkan kengerian yang terjadi pada hari pembalasan. Pada liriknya,
disebutkan; sebelum hari itu datang, para mayat korban perang tak lebih penting
dari sebuah abu, mereka adalah para prajurit dan rakyat sipil yang harus
menerima nasib yang sangat kejam dari perbuatan para politisi.
Kegelapan perang di dalam dunia sudah berhenti. Di hari pembalasan, para
dalang perang tidak lagi memiliki kekuatan. Mereka akan merangkak-memohon
pengampunan kepada Tuhan, tapi itu akan sia-sia.
Pada lirik, “Satan, laughing, spreads
his wings,”, bahkan setan pun tertawa melihat para dalang perang itu
meminta pengampunan atas apa yang mereka lakukan di dunia. Namun, sudah
terlambat karena mereka akan bergabung dengan setan (yang merujuk pada lirik
bagian awal lagu yang mana perang dimulai dari pikiran jahat). Disebutkan bahwa
setan akan membentangkan sayapnya dan menyambut kedatangan para dalang perang
yang akan menjadi bagian darinya.
*
Secara keseluruhan, lagu ini berbicara
tentang para politisi yang akan selalu merasa kekurangan dan mereka adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan sehingga bisa dengan mudah melakukan apa
saja demi keuntungan. Lebih parahnya lagi, para politisi yang memulai perang
itu hanya duduk nyaman di kantornya dan tidak terlalu peduli dengan nyawa para
prajurit juga rakyat sipil yang mereka korbankan.
Para politisi akan mencuci otak
para jenderal dan prajurit agar rela berkorban dengan apapun caranya. Maka,
Black Sabbath dalam lagu ini menyampaikan pesan; perang itu jahat, dan dalang
perang akan menanggung kengerian di hari pembalasan.
Refleksi Untuk
Era Sekarang
Meskipun sudah setengah abad
setelah dirilis, lagu War Pigs memiliki pesan yang sangat kuat untuk
generasi ke generasi bahwa perang itu jahat. Menurut saya, sebuah lagu tidak
memiliki arti yang literal, lagu sama halnya seperti puisi—menyajikan gambar dan
frasa yang menyuguhkan ide dan perasaan, lalu meninggalkan banyak ruang bagi
pendengarnya untuk menemukan kepentingannya sendiri. Seperti itulah kekuatan
dari sebuah lagu.
Begitu banyak perang yang telah
terjadi di dunia ini. Ideologi, uang, dan kekuasan menggerakan roda perang, dan
orang-orang rela mati untuk hal itu. Seorang pejuang kemerdekaan adalah teroris
bagi musuhnya, seorang penjajah adalah
petaka bagi musuhnya, lalu darah akan bertebaran di antara keduanya.
Bagi saya, lagu War Pigs
merupakan lagu anti-perang yang paling relevan untuk saat ini yang mana rakyat-rakyat
sipil digadaikan haknya dan dipaksa secara tidak langsung dijadikan prajurit
dengan janji gaji besar. Sementara, para politisi akan melihat perang sebagai
hal yang menguntungkan. Jelas itu bukan perang kita (prajurit dan rakyat sipil),
tapi kita akan melihat diri kita ditarik ke dalam lumbung perang. Begitulah
realita yang akan terjadi dengan kekuatan para politisi.
Selalu ada elit yang gila kekuasaan. Kita semua sudah tahu, pada awal tahun 2020 dengan
dibunuhnya seorang jenderal di Iran, sontak hal tersebut menjadi perbincangan
tentang Perang Dunia III. Beberapa orang mengecam Donald Trump karena membunuh
jenderal tersebut. Jika dipikir-pikir, mereka yang mengecam Trump itu hal yang
benar, tapi saya merasa ironis karena kebanyakan dari mereka pro terhadap
perang, dan saya bisa lebih ironis lagi ketika mendengar perang yang beralasan
kepentingan politik.
“End the War Before it Ends You”
*Lahir tahun 1998 sebagai anak Borneo. Saat ini sedang mengejar
gelar sarjana di salah satu universitas negeri di Yogyakarta, menggiati Lembaga
Pers Mahasiswa, menjaga nama baik komunitas film kampus, seru-seruan di Komunitas Abah
Menulis, dan seorang relawan aktif dari Greenpeace
Indonesia.