Narasi Banjir yang Ujungnya Menyalahkan Cina
Friday, February 28, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: mas-pir.blogspot.com |
Dalam kondisi
banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia sekarang ini, kelas menengah
dan kelas atas akan pulih kembali setelah beberapa saat. Yang terdampak dan
dirugikan dari datangnya banjir ini, justru lebih kepada mereka-mereka yang
renta dan miskin. Jangankan untuk menyelamatkan aset berharganya, untuk
menyelamatkan nyawa saja sudah begitu susahnya. Kasus banjir ini, cerobohnya
masih dianggap sebagai isu elit!
Selanjutnya,
isu lingkungan mulai digembor-gemborkan kembali. Dan kembali dituduh sebagai
kepentingan elit kita hari ini. Yang seharusnya kita renungkan dan pertanyakan,
“bagaimana nasib mereka yang miskin, butuh makanan, tempat tinggal dan upaya
menjaga kesehatannya?” Apakah kita masih sanggup membuang muka ketika saudara
kita terlantar dan kelaparan, akibat banjir yang sebenarnya disebabkan banyak
pihak ini?
Pertanyaan ini,
seharusnya bisa segera untuk kita jawab. Bukan karena ini masuk dalam bagian
yang seharusnya diatasi oleh pemerintah, akan tetapi karena seharusnya masalah
ini sudah menjadi prioritas kita bersama.
Tepat pada
tanggal 25 Februari 2020 kemaren, terunggah video yang berisi rombongan warga
melabrak AEON Mall. Video itu diunggah oleh akun twitter dengan username
@LhyaLihe. Dalam postingan video itu, terdapat keterangan bahwa rombongan
warga tersebut protes karena rumahnya kebanjiran. Para warga menyalahkan
perumahan JGC, dan demo sebenarnya ditujukan pada manajemen perumahan tersebut.
Warga yang
ingin bertemu manajemen tapi tidak kesampaian, lantas merusak mall AEON. Warga yang
terlibat pun merusak fasilitas yang ada di mall dan menyerang satpam di sana. Hal
yang paling lucunya, para warga ini meneriakkan Cina dan menyalahkan Cina
sebagai dalang di balik banjir ini.
Kejadian ini,
sebenarnya menarik jika kita cermati lebih lanjut. Penyebab banjir yang menimpa
rumah warga ini, awalnya bermula dari dibukanya pintu air di perumahan JGC. Sehingga,
air yang seharusnya ditampung di perumahan JGC, malah menggenangi rumah warga. Anehnya,
warga malah melampiaskan kemarahan pada mall AEON. Hal ini terjadi kemungkinan lantaran
posisi mall yang berdekatan dengan perumahan JGC tersebut.
Selanjutnya,
tambah menarik jika kita membaca komen-komen yang ada pada tweet-nya @LhyaLihe
tersebut. Akun dengan username @Anarkocheng mengatakan kalau penyebab
kemarahan warga bukanlah Cina. Akan tetapi karena ini murni konflik kelas. Ya,
konflik kelas antara mereka yang di bawah dengan para elit yang berada di
perumahan JGC.
Hal ini pun
langsung ditanggapi @LhyaLihe, dan menanyakan kembali apa yang
diteriakkan warga dalam video tersebut? Dalam kondisi demikian, sebenarnya terjadi
yang namanya kesemrawutan untuk menentukan dalang utama penyebab konflik. Hal ini
karena mall AEON sendiri bukanlah milik Cina, akan tetapi milik Jepang. Selain itu,
masalah yang menimpa warga tersebut, dikait-kaitkan dengan ketidakseriusan
pemerintah setempat menangani masalah banjir.
Sebenarnya masalah
ini menjadi semakin pelik. Lantaran penyebab banjir pun tidak tunggal. Selain itu,
masalah banjir ini juga kembali menyeret isu ras yang akhirnya menimbulkan
konflik sosial. Padahal, masalah ini juga disebabkan oleh para pengembang, yang
sebelumnya tidak memperhitungkan dampak di kemudian harii.
Sebagaimana yang
kita ketahui bersama, logika proyek pastilah soal efisiensi. Dengan mengandalkan
modal sedikit mungkin, keuntungan harus bisa dimaksimalkan. Parahnya,
hitung-hitungan seperti ini adalah logika judi. Ibarat kocok-kocok berhadiah,
pengembang hanya bertaruh proyek yang mereka bangun bisa bertahan selama
mungkin.
Di taraf ini,
orang-orang elit yang menempati perumahan JGC juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya.
Karena mereka hanya bagian kecil penyokong lingkaran kapitalisme yang ada. Justru
yang harus kita salahkan adalah, cara berpikir kolektif kita yang masih
sporadis. Langsung menjustifikasi tanpa ingin mencari tahu lebih lanjut.
Anehnya lagi,
dalam komen-komenan di unggahan tweet @LhyaLihe tadi, terdapat salah
satu komen yang merasa bahwa cara pandangnya yang paling benar. Dengan menyebutkan
warga yang ada dalam video tersebut kurang terdidik, beliau menganggap bahwa
amukan warga menjadi hal yang wajar. Karena menjadi hal yang niscaya bagi orang-orang yang
kurang terdidik, untuk menyederhanakan konsep musuh, ketimbang berlarut-larut
mencari tahu lebih dalam.
Rumitnya masalah
ini, akhirnya menambah kesan buruk kita kepada Cina. Yang selanjutnya
menyeragamkan cara pandang kita dalam
melihat Cina. Padahal, tidak semuanya dari Cina bisa kita hakimi sebagai hal
yang buruk. Dan alangkah pandirnya kita jika langsung menyalahkan Cina.
Kiranya, untuk mengurai
masalah banjir ini, tidak bisa langsung menembak salah satu sumber masalah. Memang
perlu diadakan audiensi dari berbagai pihak. Agar kejadian serupa tidak
terulang kembali. Bukan hanya agar konflik ini tidak menjadi warisan di
kemudian hari, akan tetapi karena konflik semacam ini hanya membuang-buang
tenaga. Tentu para warga juga tidak menginkan hal ini terjadi, dan tidak perlu
lagi ada kiranya penghakiman kepada siapa pun. Karena tidak hanya satu pihak
yang dirugikan dalam hal ini.
Baik warga yang
terkana banjir, Cina yang disalahkan, dan para pengamat yang pintar nan luar
biasa, saya sarankan saling bahu-membahu menyelesaikan masalah ini. Tidak perlu
saling lempar, tentang siapa yang paling bertanggung jawab. Karena, mari kita
akui dan sadari bersama, bahwa kita hari ini memang sama-sama memperkosa alam
dan lingkungan. Tidak hanya itu, kita juga harus mengakui bahwa kita hanya mengambil keuntungan darinya, tanpa
pernah perduli atas nasibnya di kemudian hari.