Bulan yang Lain dan Puisi Lainnya [Puisi]
Wednesday, February 12, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: pixabay.com |
Sentuhan Jendela
Sentuhan jendela
mewarnai tulisan
Lagi-lagi huruf
kedua
Matahari saja
enggan mengeja
Namanya pada
langit kebiruan
Juga dindingnya
yang memantulkan sebuah ribu
Menyusup,
meninggalkan luka.
Sangat rindu ku
ingin rinai gerimis meratap
Sang panas mentari
mengiris ingatan
Jam itu,
menulis bukanlah pada nama
Tetapi siang
telah membuktikan bahwa kita,
Tak selamanya
menyentuh jendela
Dan melirik
ribuan angin
Dan mengerling
sejenak sejuknya hujan
Dan kitalah di
sana,
Menggumam jarak
yang terlampau gelap.
Hari ini hitam
Mengantuk,
melintasi kurva angka-angka
Tak sedikit pun
menoleh tanpa senyuman
Seperti dulu,
Dua yang
seperti biasa bersama
13 September
2014
Untuk Mengenalmu
Aku menatap
diammu
Tidak bisakah
sedikit saja tersenyum mewarnai angin,
Yang selalu
melewatkan hari-hari kita
Tanpa sinar
pagi dan cahaya tawa
Menyimpan rahasia
rasa pada bunga
Meratap,
mengharapkan kebaikan jemari berbisik
Dan malam pun
menjawab,
Segala yang ku
tanyakan pada gulita
Tak ada
bertanya mengapa bersemu merah?
Karena di
antara kita adalah detik diam
Halaman belakang
ku sentuh dengan hitam
Yang sejak dulu
kau tinggalkan di bingkai jendela
Biarkan aku
masuk,
Dan begitulah
sesungguhnya awal
Tak tertangkap
bayangan harapan-harapan
Akankah cerita
pada akhir meredakan biru?
Yang melelapkanku
di pelukan bulan.
Akankah? Tersesat,
Karena untuk
mengenalmu, aku harus terperangkap dingin.
20 September
2014
Bulan yang Lain
Cerita pengantar
mimpi malam ini,
Adalah angin
yang merona.
Namun,
sebelumnya ia menangisi hati
Merutuk,
menggenggam benci.
Setiap pandangan
hanya berisi air mata.
Tidak pernah
tumpah membasahi hari
Karena langkahnya
berbaik hati menemani
Berbisik menandai
betapa langit biru
Menyimpan berjuta
rasa untuknya pada akhir cerita
Dan malam tujuh
belas itu menyapa
Sebagian bahagia
memeluk cahaya
Senyuman mungkin,
Putri angin
tidak pernah tahu,
Bulan yang lain
tak seindah purnama
Menangkap beberapa
bait puisi
Dan tak pernah
berhenti menatap hembusannya
Putri angin
tidak pernah tahu,
Bulan yang lain
selalu mengirimkan tawa,
Hanya untuknya.
Saat malam
terlelap oleh cerita.
Tulisan pun
lelah menggores,
Sepotong putih
hati putri angin...
18 September
2014
Pandangan Menilai
Mendatangi pintu
tuk bertemu tulisan
Tinta biru yang
dipinjam hari itu
Ternyata kursi
menemaninya sendiri
Langit di
belakang terduduk mimpi
Oh... kau di
sana
Tatapanmu sungguh
melukiskan kata
Suara di
sekeliling hari ini begitu sunyi
Serta pertanyaan-pertanyaan
yang terlontar,
Tak ku pahami
lagi bahasanya
Ada apa dengan
waktu?
Hitam dan putih
menghiasi pemberhentian
Dingin sedikit
melawan pandangan pada pintu
Yang bernilai
lebih banyak detik terbuang
Hanya untuk
berdiam dalam satu dunia
Bolehkah bertanya?
Sampai kapan langit akan runtuh oleh mata?
19 September
2014