Memecah Mitos Inferioritas Perempuan
Wednesday, January 29, 2020
Edit
![]() |
Sumber Foto: bukuprogresif.com |
Penulis: Idha Nafiatul Aisyi
Identitas Buku
Judul: Mitos Inferioritas Perempuan
Penulis:
Evelyn Reed
Penerbit:
Independen
Cetakan:
Pertama, Oktober 2019
Tebal: 140 halaman
Sampai
hari ini, hantu-hantu patriarki memang masih berkeliaran di mana-mana.
Bukan hanya kalian, saya juga begah melihat beberapa orang yang masih punya
pikiran seperti: perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, ujungnya hanya akan
ke dapur, sumur, dan kasur. Atau, perempuan jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah dengan perempuan yang lebih pintar, karena takut terancam maskulinitasnya.
Pernyataan
demikian,
menunjukan bahwa masih banyak orang yang menganggap perempuan posisinya lebih
rendah dari laki-laki. Pada akhirnya, fenomena ini hanya akan membentuk aksioma
laten,
bahwa laki-laki sudah secara alami lebih unggul dan perempuan tetap pada
posisi kelas dua.
Tetapi
pernah enggak sih kita benar-benar mencari tahu, bahwa pernyataan yang demikian
bisa dibuktikan kebenarannya? Atau, siapapun yang tidak setuju dengan anggapan
yang dinilai masih patriarkis tersebut, mampu menjegal dengan fakta-fakta
yang bisa diterima?
Tenang,
Sobat. Evelyn Reed melalui buku aslinya yang berjudul Problems of Women’s Liberation, mencoba mematahkan stigma bahwa laki-laki sudah secara mutlak lebih unggul dibandingkan
perempuan. Buku ini diterjemahkan oleh Pramudya Ken Dipta dengan judul Mitos
Inferirotas Perempuan.
Isi
dalam buku ini, agaknya mampu menjadi senjata dalam membunuh anggapan patriarkis
yang sebenarnya hanya mitos belaka. Buku ini menjadi peluru—khususnya bagi perempuan—untuk membunuh anggapan bahwa perempuan lahir dalam posisi lebih rendah.
Aktivis
hak-hak perempuan asal Amerika tersebut, memulai pembahasannya di Bagian 1 dengan memberikan pandangan sejarah,
tentang bagaimana perempuan dahulu berkeluarga. Evelyn bilang bahwa,
“Mereka mengembangkan dasa-dasar pertanian, ilmu kimia, obat-obatan, dan cabang
ilmu pengetahuan lainnya (hlm. 18).” Perempuan mengerjakan itu semua karena
pada saat itu, periode awal masyarakat, laki-laki disibukan dengan aktivitas
memburu.
Aktivitas
masyarakat komunal primitif dahulu, dilaksanakan begitu kolektif dan
begitu menunjukan kesetaraan. Terdapat pembagian kerja yang jelas antara
perempuan dan laki-laki. Laki-laki mempunyai tugas untuk memburu, dan
perempuan mempunyai tugas untuk mengumpulkan bahan makanan, seperti
tumbuhan dan umbi-umbian.
Bukan
hanya pembagian tugas yang jelas, semua masyarakat primitif tersebut, termasuk perempuan, terlibat dalam semua ketentuan yang mengatur hidup anggota di dalamnya.
Bahkan, semua orang dewasa dalam masyarakat tersebut,
secara otomatis menjadi ayah dan ibu dari semua anak-anak di komunitas
tersebut.
Evelyn
kemudian semacam memberikan banyak amunisi, untuk bisa menghancurkan semua
mitos tentang keinferioritasan perempuan. Melalui 12 sub-bab yang ada di dalam Bagian
2, penulis mengutarakan fakta-fakta sejarah, yang seharusnya diketahui
khalayak luas.
Disebutkan bahwa, dalam hampir satu juta tahun
lamanya,
sebelum dunia patriarkal muncul, perempuan punya kedudukan yang tinggi di
masyarakat. Pembahasan ini, bisa dibilang sebagai inti dari
buku yang ditulis oleh seorang perempuan, yang pernah menjadi kandidat dalam pemilihan presiden Amerika
Serikat pada tahun 1972.
Bagian
ini,
mencatat secara rinci dari mulai perempuan menjadi pemasok makanan,
mengembangkan industri tekstil, mempelajari ilmu kimia untuk penyamakan dan
pengawetan kulit, hingga membangun gereja.
“Di
dalam dan melalui perkerjaan besar inilah perempuan menjadi pekerja dan pertani
pertama; ilmuwan, dokter, arsitek, insinyur pertama; guru, dan pendidik
pertama; perawat, seniman, sejarawan dan pewaris dalam bidang sosial dan budaya
pertama. Rumah tangga yang mereka kelola bukan hanya dapur kolektif dan ruang
menjahit; mereka juga mengembang pabrik pertama; mengembang laboratorium ilmiah,
pusat medis, sekolah, dan pusat kehidupan sosial pertama (hlm. 72).
Lalu
pertanyaannya adalah, kenapa kondisi hari ini justru bisa jauh berbanding terbalik? Lantas, kenapa perempuan hari ini malah dipandang sebagai makhluk yang berada di bawah
laki-laki?
Ternyata,
upaya pengahancuran tersebut dimulai dari diperkenalkannya pertanian skala
besar. Mulai dari fase pertanian berskala besar inilah, sekelompok orang dituntut untuk mengolah dan
memelihara tanah. Mereka akhirnya menjadi klan yang terpisah. Dalam hal ini,
properti dimiliki oleh ayah secara perseorangan. Mulai sejak itu, masyarakat
tidak lagi bekerja secara kolektif.
Evelyn
menyatakan bahwa, penindasan perempuan berakar pada struktur kelas yang ada di
masyarakat. Kondisi ini kemudian diabadikan oleh sistem kepemilikan pribadi, negara,
geraja, dan bentuk keluarga yang menjadi pelayan kepentingan laki-laki.
Para
kapitalis, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama melanggengkan status-quo
demi mempertahankan kepentingan mereka. Dalam bidang komoditi fashion,
misalnya, mereka membentuk salah satu mitos bahwa pada zaman masyarakat
primitif, perempuan melukis dan menghiasi tubuh mereka. Anggapan
tersebut pada dasarnya sudah salah.
“Pada
abad yang lalu, seorang perempuan yang mencari suami dan dia menggunakan
kosmetik, maka peluangnya mendapatkan suami akan berkurang. Saat itu kosmetik
menjadi lambang bagi pelacur, dan tidak ada pria terhormat yang akan menikah
dengan perempuan yang wajahnya dilukis (hlm 96).” Anggapan ini sejatinya hanya dibentuk oleh para pemilik
modal,
agar memberikan keuntungan kepada mereka sebanyak-banyaknya.
Membaca kata
pengantar bukunya saja, kita akan langsung tahu bahwa Evelyn adalah seorang
feminisme marxis. Apalagi buku ini juga ditulis pada tahun 1969, di mana
gerakan feminis-marxis sedang gencar-gencarnya. Pada akhirnya, Evelyn sangat
kentara mendorong perempuan untuk tidak boleh membenci laki-laki. Menurutnya, perempuan malah seharusnya menggandeng laki-laki, untuk mewujudkan emansipasi lewat gerakan sosialis.